Jumat, 21 November 2008

SI BAKHIL

SI BAKHIL

Karya; Molier. Atas Gubahan: ST. Iskandar. Lalu di Adaptasi: Pedro Sarjono, udah gitu diadaptasi lagi oleh: Salim EMDE Punjhabi.

The actor.

BARAJA: umur kira-kira 75 th., laki-laki.

MINA: 25 th., laki-laki, anaknya Baraja.

MANI: 20 th., Perempuan, anaknya Baraja.

ANA: 20 th., Perempuan.

RIDO: 25 th., laki-laki,pelayan Baraja.

BIK URIP: 35 th., perempuan, pelayan Baraja.

TANRI BESARI: 60 th., laki-laki, pengusaha.

Sebuah panggung yang menampilkan dua ruangan. Bisa dengan model tingkat atau bentuk lain. Kalau misalnya tingkat, maka ruangan bawah bisa di visualisasikan dengan adanya tangga di bagian kiri ruangan yang menghubungkan dengan ruang atas. Sedangkan pintu menuju ruang dalam ada di sebelah kanan. Meja dan kursi ada di tengah ruangan, di dinding kanan kiri terdapat pintu kamar, serta perabotan lain yang mendukung tata ruang.

Sementara di ruang atas bisa menggunakan papan, daun pintu yang di tengah serta bisa menggunakan jendela di kanan kirinya. Terdapat beberapa kursi, termasuk kursi malas, yang dilengkapi juga dengan lampu gantung di tengah ruangan.

Terliahat Mani sedang mondar-mandir di ruangan dengan gelisah, sebentar-bentar ia melihat jam tanganya, lalu ia duduk, untuk kemudian berdiri lagi. Ia sedang menunggu seseorang. Tak lama kemudian orang yang di tunggunya muncul dengan tergesa-gesa.

RIDO : Ma..maaf Mani saya agak terlambat…. (katanya ngos-ngosan).

MANI : Sampai kesal saya menunggu. (sedikit cemberut).

RIDO : Sekali lagi maafkan saya. Bukanya saya mau ingkar janji, tapi tadi waktu mau masuk melewati kebun, saya bertemu Bapakmu. Saya dikira mengintip apa yang sedang di lakukanya.

MANI : Memangnya Bapak sedang melakukan apa?

RIDO : Tidak tahu pasti. Tapi yang pasti Pak Baraja sedang menggali tanah, seperti akan menanam pohon. Beliau terkejut saat melihat saya, lalu beliau mengacungkan golok yang ada di tanganya kerah saya sambil berteriak, :” Heh! Kau sedang mengintip apa yang aku lakukan ya?! Pergi dari situ setan!!! ” katanya berang sambil mengejarku. Saya lari dan sembunyi beberapa saat.

MANI : Mas Rido marah ya, di perlakukan Bapak seperti itu?! (khawatir)

RIDO : Ah, tidak Mani, beliau kan bapakmu. Saya akan menyenangi apa yang kamu senangi, orang yang kamu hormati, saya juga akan menghormatinya. Karena saya mencintaimu.

MANI : Mani belum percaya, Mani belum yakin.

RIDO : Aduh Mani…, masih kurangkah bukti cintaku padamu?! Saya telah melakukan pengorbanan yang luar biasa dengan mau menjadi pembantu di rumahmu selama ini, yang semata-mata hanya ingin dekat denganmu. Sampai-sampai untuk sementara saya menghentikan pencarian orang tua yang belum ada kabar beritanya.

MANI : Pengorbanan seorang laki-laki biasanya hanya merupakan umpan yang berbisa.

RIDO : Rupanya kamu mempunyai sifat seperti bapakmu, tidak pernah mempercayai orang lain dan penuh curiga. Kalau begitu sia-sialah pengorbananku selama ini. Tak ada lagi yang bisa saya harapkan lagi.

MANI : Begita saja mas Rido marah….., iya deh, iya…. Mani percaya, percaya…

RIDO : Habis……

MANI : Sudahlah mas…, mani juga merasakanya. Tetapi sekarang bagaimana kita memikirkan langkah selanjutnya, masalahnya bapak hanya mau punya menantu yang kaya?

RIDO : Iya, ya…../? padahal saya sama sekali tidak kaya….. (berpikir keras dan masygul).

Tiba-tiba dari dalam terdengar orang memanggil-manggil Mani.

RIDO : Nah, itu kakakmu memanggil-manggil. Mintalah bantuan padanya tentang masalah kita. Saya pikir kakakmu tidak seperti bapakmu. Saya pergi dulu ya…? (kemudian pergi).

MINA : (muncul dengan wajah gembira) Halo adiku manisss…..

MANI : sepertinya kak mina begitu bahagia hari in?

MINA : Oh, tentu saja. Tak ada hari yang lebih indah selain hari ini, semua nampak cerah, semua nampak ceria, sdeluruh dunia rasanya menyampaikan ucapan selamat kepadaku. Kamu ingin tahu pa sebabnya?!

MANI : Saya juga ingin menyampaikan berita gembira pada kak Mina?

MINA : Oho…, kamu juga punya berita gembira adiku sayang….. berita bahagia seperti aku?! Ah, tentu tidak! Berita bahagiamu itu tentu hanya berita bahagia yang biasa!

MANI : Kalau Kak Mina?

MINA : Bahagia luaaar biasa….., bahagia super! Bahagia akbar! Kamu ingin mendengar?! Ah, tapi mendingan berita bahagiamu yang biasa itu yang kamu ceritakan dulu.

MANI : Biarlah kak Mina yang bercerita terlebih dahulu.

MINA : Baik. Dengarkan dengan seksama! Aku telah jatuh cinta kepada seorang gadis jelita….

MANI : Kakak…… (memekik gembira).

MINA : Ya, Kakak telah jatuh cinta pertama….. Eh, kau tahu bagaiman rasanya jatuh cinta pertama?

MANI : (dengan antusias) Bagaimana yang kak Mina rasakan…?

MINA : Rasanya sepertiii… seperti…. Mandi air susu hangat….. dan bukan susu hangat biasa, tetapi….. air susu hangat kuda liar…… Eh, kau pernah merasakan mandi air susu hangat kuda liar?

MANI : Belum?

MINA : Kakak juga belum. Tapi mungkin seperti itulah. Terasa ma`nyes di hati, fres diotak, terasa segar di badan, lembut di kulit, dan ma`jegagug di tangan.

MANI : Siapakah orangnya yang telah meruntuhkan hati Kak Mina?

: Tak kuasa, Kakak menyebutkan namanya…… begitu indah merdu di dengar dan anggun.

MANI : Tapi Mani ingin tahu namanya?

MINA : Namanya…… Ana, ya. Aaana (seperti bernyanyi) …ana…aaannna….

MANI : (berpikir) Hm,…. Ana orang baru itu Kak?

MINA : Ya. Tepat! Jadi kamu sudah tahu…. Bagus, baguslah itu…..

MANI : Yang ibunya sakit- sakitan itu kan!?

MINA : (agak murung) Yah…., itulah satu-satunya yang membuatku sedih…..

MANI : Kenapa kak….?

MINA : kakak ingin menolongnya, membelikan obat atau membawanya ke dokter, tapi…. Kakak tidak punya uang.

MANI : Kenapa tidak mencoba minta ke bapak!?

MINA : Hh, andaikan saja bapak memberikan uang padaku sepuluh ribu saja, maka disini akan terjadi ledakan bom yang lebih dahsyat dari pada di Bali.

MANI : Mani juga tidak mengerti, kutukan apa yang menimpa kita, sehingga mempunyai bapak sekikir itu.

Tiba-tiba dari luar panggung terdengar teriakan-teriakan Baraja.

BARAJA : Heh! Enyah kau maling! Akan ku bikin tempe penyet kau kalau berani muncul disini lagi!

MINA : Eh, bapak kesini. Kita sembunyi dulu, baru nanti kakak akan mengatakan masalahku padanya, apapun yang terjadi. (kemudian mereka pergi).

Baraja masuk dengan menahan marah, ia mengomel terus.

BARAJA : (bicara sendiri) Huh! Punya uang seratus juta dan beberapa kilo gram emas saja susah banget. Mau menyimpan di rumah, takut di garong. Mau di depositokan kebang, bahaya di perjalanan waktu mau menyetorkan. Mau di investasikan takut dibawa kabur….. (menaiki tangga menuju ke atas, bersamaan dengan munculnya Rido dan Mani) Huh! Susah jadi orang kaya di negri ini. Tetapi sekarang tidak akan ada yang berhasil mencuri uangku. Karena sudah aku sembunyikan di tempat yang aman, yang tidak akan disangka-sangka oleh para maling-maling itu. Aku telah menanamnya di kebun. (tersadar dengan apa yang diucapkanya. Ia khawatir, menengok kesana kemari. Dan ia menemukan Rido dan Mani ada di ruang bawah. Ia sangat terkejut cemas) Heh! Sudah lama kalian ada disitu! Kalian mendengar apa yang aku katakan!!!

MANI : Tidak pak! Baru saja…..

BARAJA : (memotong) Bohong! Kalian pasti mendengar apa yang aku katakan tadi!! Kalaian mendengar bahwa aku punya uang?!

MINA : Lho, bapak memang punya uang kok. Memangnya apa yang terjadi?

BARAJA : tidak ada yang terjadi dengan uangku. Karena aku baru saja menyembunyikanya.

MANI : Oo, bapak baru saja menyembunyikanya di kebun.

BARAJA : Lho, kamu kok tahu (kaget).

MANI : bapak kan tadi bilang baru saja menyembunyikan uang, dan bapak baru saja dari kebun. Jadi Mani mengira bapak menyembunyikan uang di kebun.

BARAJA : (tertawa) Itu kan hanya tak-tik, biar kalian terkelabui. Aku pura-pura menyimpan uang itu di kebun, Tahu.

MINA : Tahu pak.

BARAJA : Tahu apa?!

MINA : Bahwa bapak hanya berpura-pura menyimpan uang itu di kebun.

BARAJA : Bagus. Bagus. Sekarang kemarilah, bapak ingin bicara dengan kalian.

MINA : Kami juga ingin membicarakan suatu hal dengan bapak.

BARAJA : Ya. Karena ini memang berkaitan dengan kalian.

MINA : Kami ingin membicarakan masalah perkawinan.

BARAJA : Persis! Tepat! Aku juga akan membicarakan masalah kawin mengkawin.

MANI : perkawinan siapa pak?

BARAJA : Perkawinanku dengan seorang perawan! (Mina dan Mani terkejut bukan kepalang).

BARAJA : Kenapa? Kalian nampaknya terkejut.

MANI : Tentu saja kami terkejut. Kalau yang meminta kak Rido atau Mani, tentu itu wajar.

BARAJA : Apa kalian ingin menikah juga?!

MINA : Benar pak, sebenarnya kami juga akan meminta izin bapak untuk menikah.

BARAJA : bagus, bagus. Kalian boleh menikah, akan saya atur semuanya.

M & M : Alhamdulillah……..

BARAJA : Bersyukurlah karena hari ini aku sedang bermurah hati. Kita semua menikah malam ini juga agar menghemat biaya.

M & M : Alhamdulillah…..

BARAJA : Aku sudah ada calon untuk kalian berdua. Tapi sebelumnya….. apakah kalian kenal dengan Ana, orang baru itu?

MINA : (Antusias) Kenal. Kenal. Jadi bapak juga sudah mengenalnya.

BARAJA : diam, aku yang nanya?! Bagaimana kamu Mani?

MANI : kenal pak. Orangnya sangat cantik, baik hati, dan tidak sombong.

BARAJA : Bukankah sangat baik untuk menjadi stri yang setia?!

MINA : Tepat. Tiada duanya di duania ini.

BARAJA : Nah, dialah calon istriku.

M & M : Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiuuun……

BARAJA : Heh, kenapa? Siapa yang mati?

MINA : Oh, saya yang mati pak! Aduh mataku berkunang-kunang….oh……(sempoyongan dan pergi)

BARAJA : Hemh, Lemah mental! Laki-laki sayur! Sudahlah, kita akan meneruskan pembicaraan. Kakamu Rido akan aku nikahkan dengan seorang janda yang kaya raya. Sedangkan kau Mani akan kunikahkan dengan seorang duda hartawan, dermawan tur rupawan lagi budiman dan semuawan yang baik-baik, bernama bapak Tanri besari.

MANI : (menjerit) Bapak……..!!!! oh, mataku berkunang-kunang…… (Sempoyongan pergi)

BARAJA : Huh, lemah mental juga. Perempuan tidak tabah. Huh….

Terdengar Gonggongan ajing di belakang. Baraja sangat terkejut.

BARAJA : Celaka! Uangku di curi orang! Uangku di garong! Uangku, oh uangku……. (segera berlari dengan kalangkabut, pergi. Sambil terus berteriak. Kemudian ruangan perlhan gelap.)

BAGIAN DUA

Saat terang lagi, di kursi terlihat Rido yang sedang duduk lemas dikursi, dengan kening di kompres. Tak lama kemudian muncul Bik Urip ke ruangan. Rido cepat menyambutnya.

MINA : Bagaimana bik, apa kau berhasil mencari orang yang mau meminjamkan uang kepadaku!?

BIK URIP : Beres mas, itu gampang….

MINA : Mana uangnya. saya harus segera mendapatkanya, karena aku tidak ingin kedahuluan bapaku, jadi saat ini juga aku akan membawa lari calon istriku. Karena bapaku akan mengawininya nanti malam.

BIK URIP : Tapi mas Rido harus melihat syaratnya dulu.

MINA : ia, cepatlah. Tolong di terangkan. (Bik Urip buru-buru mengeluarkan secarik kertas dan membacanya.)

BIK URIP : Syarat-syarat meminjam uang:

1. Perjajnjian harus di tulis di kertas yang bermatrai dua ribu.

2. Surat perjajnjian harus disaksikan oleh notaris, dengan tanggungan biaya peminjam.

3. Peminjam harus kaya dan mempunyai harta sepuluh kali dari jumlah pinjaman.

4. Bunga 20 % sebulan, ditambah 10 persen untuk biaya was-was hati orang yang meminjamkan.

MINA : Gila!!! Mana ada bunga tigapuluh persen. Lintah darat!

BIK URIP : ini belum selesai mas, masih ada lanjutanya. Point ke lima berbunyi: “uang yang dipinjam akan diserahkan 80%, sedangkan yang dua puluh persen, berupa barang-barang kebutuhan rumah tangga”

MINA : Setan! Lintah darat kuadrat!!! Buat apa barang-barang itu. Saya tidak mau.

BIK URIP : lalu mbak Ana bagaimana?

MINA : (Bimbang) yah… coba di teruskan….

BIK URIP : “Barang tersebut harganya jauh lebih murah dari pada beli di toko. Diantaranya adalah tempat tidur antik, lengkap dengan kasur dan bantal guling, yang konon pernah ditiduri oleh Sukarno. Sebilah keris berlekuk tujuh, yang usianya sama dengan kucingnya maha patih Gajah mada.

MINA : (keki banget) Modar Cocote pemakan riba itu!!! Barang-barang rongsokan dikatakan barang antik. Buat apa keris . saya tidak butuh keris!

Terdengar batuknya Baraja yang sedang menuju ruangan itu. Bik Urip terlihat gugup dan bingung. Sementara Rido masih mengumpat-umpat. Tak lama kemudia Baraja sudah masuk.

BARAJA : Ada apa kamu mengumpat begitu rupa, Rido…. (melihat Bik urip yang makin gelisah)

BARAJA : Heh, urip mana orangnya yang mau pinjam duit itu? Katanya mau kesini?

BIK URIP : Eh, anu tuan…anu….

MINA : bapak bilang apa tadi? Ada yang mau pinjam uang?

BARAJA : Iya, Urip bilang padaku ada orang yang mau pinjam uang kepadaku…..jadi….. eh, kau bilang apa tadi? Lintah darat?!

(Berbarengan dengan Rido) Ooooo…. Jadi….

BARAJA : kamu yang mau pinjam uang.

MINA : Bapak lintah darat itu? Sambar geledek!

BARAJA : Kurang ajar kamu! Anaku sendiri mengincar uangku! (melihat pada Bik Urip) dan kau adalah biang keroknya. Setan alas semua! (hendak memukul Bik urip, tapi keburu Bik Urip lari tunggang langgang, pergi_).

MINA : Huh! Lintah darat, keparat! (sambil masuk kamar).

BARAJA : Diamkau anak Durhaka!

Baraja, menggerutu sendirian di ruangan itu. Kemudian ia duduk di kursi.

BARAJA : kurang bajar. Bahaya ini. Tidak hanya orang lain yang mengincar hartaku, anaku sendiri berusaha mendapatkanaya. Tak ada lagi tempat yang aman di dunia ini. (Naik ke lantai atas).

Tidak lama kemudian, muncul Huri dengan wajah cerah.

HURI : Selamat siang bapak Tanri…

BARAJA : (Melongok kebawah) Oh, kau rupanya Huri, Sudah aku tunggu-tunggu dari tadi. Bagaimana hasil kerjamu, cepat naik dan laporkan..

HURI : He..he..he… sesuai rencana pak,…. Tapi sebentar pak (sambil melihat-lihat seluruh badan Tanri) Wah, wah, wah….. belum pernah aku melihat orang tua seperti bapak. Tubuh nampak begitu sehat, dan wajah bapak nampak bercahaya, amat tampan…

BARAJA : aku? Ah, masak…? Umurku sudah 60 tahun lho…(kikuk namun bangga)

HURI : Orang akan mengira umur bapak dibawah 40 tahun.

BARAJA : (semakin mekar) Ah, aku tak percaya….

HURI : Kalau tak percaya, coba lihat tangan Bapak. (Kemudian Tanri menyodorkan tanganya kepada Huri, dan Huri terlihat takjub sambil menggeleng-gelengkan kepala) bukan main… Jarang orang mempunyai garis nasib semulus ini. Aku menaksir umur bapak lebih dari 120 tahun.

BARAJA : bagaimana, bagaimana….? 120 tahun?!

HURI : Lebih. Karena itu bapak sedang berada dalam tengah-tengah umur, sedang mekar-mekarnya….

BARAJA : Aku percaya…aku percaya…… Lalu apa lagi.

HURI : Selanjutnya…. Bapak mempunyai harta yang banyak.

BARAJA : Bohong itu. Fitnah! Aku sama sekali tidak punya harta.

HURI : eh, maksud saya bapak akan menerima banyak harta, dan bapak akan mempunyai istri yang jelita.

BARAJA : Nah, itu yang kutunggu, Bagaimana kabar anak perawan itu? Dan apakah lamaranku tadi diterima!?

HURI : Ah, bapak tidak perlu bertanya lagi. Ibu anak itu sangat sukacita menerima lamaran dari bapak.

BARAJA : dan Ana bagaimana?

HURI : Dia apalagi. Saya gambarkan keadaan tuan, seperti apa yang saya katakan tadi kepada tuan.

BARAJA : Lalu bagaimana reaksinya?

HURI : Sepertinya ia membayangkan wajah bapak dengan tersenyum-senyum.

BARAJA : Aneh, kenapa begitu?

HURI : Oooo, bapak belum tau ya?! Ternyata Ana sangat benci pemuda,apalagi pemuda jaman sekarang, bisanya hanya hura-hura dan Mokondo. Di kamarnya tidak ada selembarpun gambar Tom ming se, Westlife ataupun idola remaja yang lain. Kamarnya penuh dengan gambar laki-laki tua berkacamata. Saya jamin Ana pasti akan tergila-gila bila melihat bapak.

BARAJA : Teriama kasih, terima kasih….. aku tidak akan melupakan jasamu. Bawalah ana dan Ibunya malam ini, karena pernikahan akan dilaksanakan nanti malam.

HURI : Ah, gampang itu pak….. Tetapi e… ada sedikit kesulitan saya membawa mereka nanti malam.

BARAJA : Apa itu? Aku harap kesulitanmu itu tidak menyangkut masalah uang!?

HURI : Tepat sekali dugaan bapak. Saya butuh uang karena dokter memperkirakan istri saya melahirkan besok, jadi saya butuh biaya bersalin.

BARAJA : Ah, suruh saja istrimu menunda melahirkan sampai bulan depan, karena sekarang kita sedang sibuk mempersiapkan nanti malam.

HURI : Sekedar seratus ribu saja….

BARAJA : Kepalaku agak pening, bila mendengar urusan uang. Sekarang lebih baik kamu mempersiapkan untuk jamuan makan sederhana nanti malam.

HURI : Huh! Dasar pelit!, Si Bakhil!, Kikir!!! (mengumpat pelan, namun sedikit kedengaran).

BARAJA : Eh, apa kamu bilang?!

HURI : Oh, Eh, kikil pak, kikil. Saya sedang mendata kebutuhan kita untuk nanti malam.( sambil mengeluarkan balpoin dan kertas dari sakunya).

BARAJA : Tidak usah pakai kikil-kikilan, yang sederhana saja. Dan kita mengundang tak lebih dari 20 orang saja.

HURI : Kalau begitu di sediakan makanan untuk 35 orang. Karena kalau yang hadir lebih kita sudah tidak repot-repot.

BARAJA : Goblok. Bego. Kalau yang hadir lebih bagi saja makanan yang untuk 20 orang itu menjadi cukup untuk yang semuanya, dengan mengurangi sedikit-sedikit, maka 20 bisa menjadi 35, 50 dan kalau perlu 100 orang, yang pasti modal awalnya hanya makan untuk 20 orang.

HURI : Baik pak, sekarang saya minta disediakan 5 ekor kambing, 20 ayam, setengah kwintal cabe rawit, satu kwintal bawang merah, satu kwintal…

BARAJA : Stop, stop, Gila! Kamu mau ngajak bangkrut ya?!! Kamu mau ngasih makan 20 orang atau orang sekecamatan?!

HURI : bukankan tetangga sebelah menyebelah harus ikut berbahagia pak, kita kirimi saja mereka makanan.

BARAJA : Tidak perlu!, kita kirimi saja mereka surat pemberitahuan dengan kertas kecil-kecil, dan kertasnya buram saja, kan fungsinya hanya untuk memberi tahu mereka. Sudah, sudah! Kamu ikuti saja perintahku. Setelah itu kamu cepat jemput pengantin wanita. Saya mau ganti baju, dan…. Lelaki kesukaanya, apa tadi….?

HURI : Berkacamata.

BARAJA : Ya, aku mau pakai kacamata.

HURI : tapi pak, sekedar biaya bersalin….

BARAJA : Ah, suruh saja tunda tahun depan. (sambil masuk)

HURI : Bajigur! dasar lelaki rongsokan, kikir, Bakhil,… (sambil terus mengumpat pergi dari ruangan. Sementara perlahan lahan lampu padam).

BAGIAN TIGA.

Saat lampu menyala terang, terlihat Mani, Mina dan Rido sedang kebingungan.

MANI : Bagaimana ini kak, bagaimana kita mencari jalan lagi, rasanya semuanya buntu.

MINA : Kakak juga tidak tahu. Saya tidak bisa membayangkan pacarku dikawini bapaku.

MANI : Dan saya mempunyai suami yang sudah tua. Oh, tak bisa aku bayangkan…….. (melihat pada Rido) bagaimana mas Ridho, apa kita lari saja….

RIDO : Lari tanpa uang sepeserpun, sama saja bunuh diri. (bersamaan dengan itu dari luar terdengar teriakan Huri).

HURI : Perhatian-perhatian, Pengantin perempuan sudah datang…..

RIDO : wah, celaka. Kita harus pergi dulu Mani.

MINA : Ya, silakan kalian ke dalam. Saya akan menyambut pacarku yang penghianat itu. (kemudian Mani dan Rido pergi, bersamaan dengan munculnya Huri dan Ana).

Selamat datang ibu tiriku, silahkan memasuki rumah anda ini. (Mina mengucapkanya dengan di buat-buat, sementara ana terkejut sekali).

ANA : Oh, a... a…i.. ma…

MINA : Kenapa gugup, wahai ibu tiriku, silahkan duduk. Biarlah hati saya yang terkoyak akan larut bersama waktu…..

HURI : Aduh, mas Mina, jangan berkata seperti itu. Semua ini karena bapak mas Mina….

MINA : Oo, janganlah terlalu didramatisir.

ANA : Benar mas, saya tidak bermaksud menghianati cinta kita. Namun keadaan yang memaksa. Mas Mina jangan marah-marah saja, harusnya kita mencari jalan keluar.

MINA : Keadaan sudah begini, danjalan keluar tak ada lagi.

HURI : Ada mas mina (sambil mendekat dan membisikan sesuatu pada telinga Mina).

MINA : Heh, itu tidak bisa, Kau tahu kan bapaku….

HURI : (cepat memotong) Aduh, mengapa Mas Mina pesimis begitu, kan belum dicoba. (Mina nampak bimbang, bersamaan dengan itu terdengar batuknya Baraja yang keluar dilantai atas dengan kacamata).

BARAJA : oh, mafkan saya, maafkan saya, bila pengantin perempuan lama menunggu. Oo, apakah sudah kenal dengan anak saya? Dan kenapa wajah ayumu nampak pucat sekali? Apakah kamu sakit?

MINA : nah, itulah pak. Saya baru tahu kalau calon ibu tiri saya orangnya sakit-sakitan dan penyakitnya sangat menular, tentunya membutuhkan obat yang mahal-mahal.

BARAJA : Benarkah itu Huri.

HURI : Benar pak, tapi penyakitnya akan sembuh, jika dia makan yang lezat-lezat dan impor dari luar negri.

MINA : Dan ratusan ribu akan melayang dalam setiap harinya untuk makan.

HURI : Dia alergi kalau jika memakai baju yang murah, murah.

MINA : Duia akan gatal-gatal.

HURI : Bukan hanya gatal-gatal, tetapi akan langsung jatuh pingsan.

MINA : saya jamin dalam waktu sebulan bapak akan bangkrut. Belum lagi alat-alat kecantikanya, seperti parfum dari paris, bedak dari swiss, lipstik buatan amerika, pensil alis buatan senegal dan….

BARAJA : Ah, tidak apa-apa. Memang kecantiokanya harus dirawat dengan mahal. Aku malah semakin bergairah menjadikanya istriku.

ANA : Oh, pening sekali saya, oh….(terhuyung-huyung lalu pigsan).

BARAJA : Dia pening juga? Wah, kenapa remaja sekarang gampang pusing ya? He Mani, Mani…… bawa calon ibu tirimu ke kamar. (memnggil mani, yang segera membawa ana ke kamar).

MINA : Betulkan pak, sedikit-sedikit pingsan. Dia memang mempunyai penyakit yang gawat. Harus di panggilakan Dokter spesialis yang mahal.

BARAJA : Ah, kompres saja dengan air dingin. (Saat itu terdengar anjing menggonggong. Baraja terkejut sekali. Dan segera lari keluar) Ohhh… uangku,… uangku….. (setelah Baraja ke luar, tidak lama munculah Bik Urip dengan Bungkusan ditangan).

URIP : Ini mas Mina ambilah.

MINA : (Kaget) Eh, apa ini.

URIP : Harta bapakmu yang di sembunyikan di kebun. Ambilah dan segera pergi dengan Ana ke daerah lain, Ini bisa sebagaimodala awal. (Kemudian Urip sehgera pergi keluar, sementara Mina kebingungan. Tak lama kemudian terdengar teriakan baraja menuju ruangan itu. Mina buru-buru menyembunyikan Harta di kamar.

BARAJA : Keparat! Celaka! Uangku di curi orang. Mina, Mani. Keluarlah!

M & M : ada apa pak?

BARAJA : Kalaian pasti mencuri uangku.

MINA : Lho, sejak tadi saya kan di sini bersama bapak.

MANI : Dan saya menemani Ana di kamar.

BARAJA : Ya. Kau betul. Aduh Celaka!… cepat panggil polisi, tentara, ABRI, gegana, garnisun, CIA, interpol, Banpol atau apa saja.

MINA : Tenang pak, nanti kita lapor polisi. (saat itu muncul Rido).

BARAJA : Nah, kau pasti yang mencurinya!…. ya, hanya kau yang melihat aku menyembunyikanya di kebun.

RIDO : Jangan menuduh sembarangan pak…

BARAJA : Jangan mungkir. Mumpung belum aku laporkan ke polisi. Kau akan aku ampuni bila mengembalikan saat ini juga. Kita bisa menyelesaikanya di bawah tangan.

RIDO : bagaimana saya akan mengembalikan. Saya tidak mencurinya.

BARAJA : Kau satu-satunya orang di rumah ini yang tiodak mempunyai Alibi. Dan indikasinya sangat kuat. Kalau tidak mau ngaku akan segera aku laporkan ke polisi. (Diluar ter dengar orang salam).

BARAJA : Nah, itu pasti polisi. (setelah orangnya masuk) Oh, maaf saya tidak terima tamu saat ini kecuali polisi.

TANRI : Lho, saya datang atas undangan bapak!?

BARAJA : Oh, ya, ya…. Tapi maaf, pernikahan di undur sampai batas waktu yang tidak ditentukan. (teringat sesuatu) Eh, Pak tanri bisa ilmu kebatinan, klenik.

TANRI : Ada apa?

BARAJA : Harta seumur hidupku dicuri orang.

TANRI : hari masih sore begini sudah ada pencuri, berarti bisa disimpulkan pencurinya adalah orang dalam, baik kita mulai penyelidikan.

MINA : Sebentar, bapak orrang luar, tidak boleh mencampuri urusan keluarga kami.

BARAJA : Dia bukan orang luar, dia adalah calon mantuku. Calon suami Mani, jadi boleh ikut campur. Silahkan mulai pengusutanya pak Tanri, bisa dimulai dengan Rido, karena dia sama sekali tidak punya alibi.

TANRI : Baiklah, Bisa di ceritakan tadi waktu pencurian saudara ada di mana?

RIDO : saya ada di garasi.

TANRI : Sedang apa di garasi?

RIDO : Sedang mengelap mobil, karena selain pelayan saya juga kadang-kadang menjadi supir.

BARAJA : Kejar terus, Pak Tanri.

TANRI : apakah ada saksinya?

RIDO : Tidak Pak. (muncul Mani dengan Ana).

MANI : Bukan, bukan dia pencurinya.

BARA : Aha… kalain pasti sudah bersekongkol.

RIDO : Eh, Jangan menuduh sembarangan Pak Baraja, saya tidak mempunyai tampang pencuri. Baiklah saya sekarang akan berterus terang siapa saya, nanti kalian pasti tidak akan menyangka saya pencuri.

BARAJA : saya tidak tajkut, walaupun kau jelamaan mak lampir, anak tukang santet atau apapun.

HURI : Sebentar, ngomong-ngomong jadi tidak resepsi pernikahanya.

BARAJA : Pernikaha-pernikahan apaan. Ana boleh menikah dengan siapa saja asal hartaku kembali.

MINA : Benar kata bapak itu?

TANRI : saya mohon semuanya diam dulu, saya tertarik dengan kesombongan pemuda ini.

RIDO : Baiklah, saya sebenarnya anak dari pengusaha dari lampung. Dan waktu kami sedang pesiar di selat sunda dengan kapal sendiri yang bernama kutilang, tiba-tiba kapal kami di sapu ombak besar, dan saya di selamatkan oleh nelayan dari Banten.

TANRI : Bisa di ceritakan lanjut tentang keluargamu?

RIDO : Kami sekeluarga ada empat orang. Saya, Bapak Saya yang saya lupa namanya karena waktu itu masih kecil, Ibu dan adik perempuan saya yang bernama Suciana.

TANRI : Jangan menutupi kesalahan dengan mengarang cerita. Bisa Anda buktikan bahwa anda anak pengusaha yang mempunyai kapal Kutilang yang tenggelam itu.

RIDO : Buat apa saya mengarang cerita. Saya di sini menjadi pembantu karena biar selalu dekat dengan kekasihku Mani. Dan ini buktinya kalau Saya tidak mengarang cerita, Sebuah jam tangan bergambar burung Kutilang , jam tangan ini di masuklan Bapaku ke dalam saku saya pada saat kami mau tenggelam. (Tanri melihat jam itu dengan antusias dan Ana juga melihatnya.

ANA : Oh, kalau begitu engkau adalah kakku.

RIDO : Apa, kau ini Siuciana adiku.

ANA : Ibu pasti akan sangat senang mendengar kabar ini, Beliau sakit-sakitan karena memikrkan kakak dan bapak.

TANRI : Alhamdulillah, Tuhan Maha Besar. Saya adalah Pengusaha itu nak, saya adalah Tanri Besari Bapak kalian. (Kemudian Rido dan ana bersujut).

R & A : Oh, Bapak….

BARAJA : Apa-apaan ini. Aku tidak peduli anak ketemu bapak atau cucu ketemu kakek. Aku butuh hartaku yang hilang sedgera dikembalikan.

MINA : Uang Bapak Masih utuh. Asal saya di nikahkan dengan Ana.

BARAJA : Kawinilah. Nikahilah. Asal uangku bisa kembali. (Kemudian Mina mengambil harta ke dalam kamar)

MINA : Ini pak, hartanya. Bukan saya yang mencuri, tapi saya yang menyelamatkanya. (menerimanya dengan antusias).

BARAJA : Aku akan mengitung uangku. (kemudian ia mulai menghitung).

MANI : apakah saya juga boleh menikah dengan mas Rido.

BARAJA : Kawin-kawinalah sana yang penting uangku utuh.

TANRI : Maaf, pak baraja, bolehkah kami meluapkan ke gembiraan ini di sini.

BARAJA : Boleh saja bapak mengganti semua biayanya.

TANRI : Tidak masalah, Terima kasih. Mari sekarang kita jemput Ibu untuk syukuran (kemudian semua pergi. Tinggal Baraja yang masih mengitung uang. Tidak lama selesai dan tersadar.)

BARAJA : Lho, semuanya pada kawin…… Lha, aku kawin dengan siapa… (mondar mandir kebingungan).

Ruangan perlahan-lahan gelap, pet dan wis. Tamat.

Teruntuk NuuN

dalam dekapan

0 komentar: