Jumat, 21 November 2008

ISLAM DAN SENI

ISLAM DAN SENI

Oleh: Bachrum Bunyamin

ISLAM AGAMA FITRAH


Islam adalah agama samawi terakhir yang telah disempurnakan Allah sebagai satu-satunya agama yang diridloi di sisiNya. Agama Islam bersumber kepada wahyu Allah tersurat (Al-Qur’an) dan wahyu Allah tersirat (Al-Hadits) sebgai sumber segala sumber ajaran Islam dan menjadi landasan segala aktifitas para pemeluknya (umat Islam) dalam menjalankan tugas ibadah dan khalifah fil ardl, membangun budaya dan peradaban Islam di muka bumi. Oleh karena itu, menurut H.A.R.Gibb, Islam bukan hanya sekedar sebuah agama, tetapi ia juga merupakan peradaban yang sempurna (Badri Yatim, 1995 : 2). Oleh karena itu pula Islam tidak sama dengan agama yang lain, yang bisa dimasukkan ke dalam unsur universal kebudayaan, karena Islam merupakan agama yang menjadi landasan dan sumber kebudayaan, di dalam mana seni menjadi salah satu unsur universalnya.

Islam adalah agama fitrah, yaitu agama yang sesuai dengan tuntutan pembawaan watak manusia, yang menempatkan potensi-potensi yang ada dalam diri manusia pada proporsi yang semestinya serta menempatkan manusia pada posisi sebagai makhluk yang berharga diri (berkepribadian) (H.A.Azhar Basyir, 1991 : 9), sehingga karena itu ia mendapat kehormatan untuk mengemban tugas sebagai ‘abdun sekaligus khalifatun yang diwujudkan dalam pelaksanaan ‘ibadah dan khalifah fil ardli, yang di antara karyanya di muka bumi ini adalah membangun budaya (yang salah satu unsure universalnya adalah seni) dan peradaban yang berlandas pada agama Islam.

FITRAH SENI DALAM DIRI MANUSIA

Allah berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka) (AT-Tiin, 4-5).

Al-Hadis dari Abdullah bin Mas’ud r.a. dari Nabi saw, beliau. bersabda yang artinya:
“Dari Abdullah Bin Mas’ud r.a. dari Nabi SAW. Beliau bersabda : “Tidak akan masuk sorga orang yang dalam hatinya terdapat sezarrah (seatom) kibr (kesombongan)”. Seseorang (dari Sahabat) berkata :”Sesungguhnya ada orang yang menyukai pakaiannya bagus, alas kakinya bagus”. Nabi SAW bersabda :”Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan melecehkan manusia”. Hadits riwayat Imam

TEKS-TEKS AGAMA BERKENAAN DENGAN SENI

Teks-teks (nushush) Al-Qur’an atau As-Sunnah yang dianggap sebagai doktrin seni dalam Islam adalah ayat-ayat dari firman Allah dan sabda Nabi yang menjadi acuan bagi pengembangan senibudaya dalam dunia Islam. Di antara teks-teks doktrin seni dimaksud adalah :

A. Allah Itu Indah Dan Mencintai Keindahan
“Dari Abdullah Bin Mas’ud r.a. dari Nabi SAW. Beliau bersabda : “Tidak akan masuk sorga orang yang dalam hatinya terdapat sezarrah (seatom) kibr (kesombongan)”. Seseorang (dari Sahabat) berkata :”Sesungguhnya ada orang yang menyukai pakaiannya bagus, alas kakinya bagus”. Nabi SAW bersabda :”Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan melecehkan manusia”. Hadits riwayat Imam Muslim.

Keindahan adalah ciri utama seni. Seni adalah limpahan kemahaindahan Allah pada manusia dan alam semesta. Keindahan itu akan menghantarkan manusia masuk sorga, bila manusia tidak menodainya dengan kibr (kesombongan) yang biasa bersemayam di hatinya.

B. Penyair/Sastrawan/Seniman : ada yang iman dan ada yang kafir
“Maukah Aku beritakan pada kamu sekalian, kepada siapa syetan-syetan itu turun? Mereka turun kepada setiap pendusta yang banyak dosa. Yang menghadapkan pendengaran (kepada syetan-syetan itu) dan kebanyakan mereka adalah para pendusta. Dan (juga turun kepada) para penyair yang mereka itu diikuti oleh orang-orang sesat. Tidakkah kau lihat bahwa mereka mengembara di setiap lembah? Dan bahwasanya mereka suka mengatakan sesuatu yang mereka sendiri tidak mengerjakannya. Kecuali orang-orang (para penyair, sastrawan, seniman) yang beriman, banyak beramal salih, banyak berzikir mengingat Allah dan mendapat kemenangan setelah mereka teraniaya. Sedangkan orang-orang zalim itu pasti akan tahu ke tempat mana mereka akan kembali”. (Q.S.Asy-Syu’ara’, 26 : 221-227).

Ayat-ayat Al-Qur’an di atas menunjukkan adanya dua komunitas seniman menurut Islam :

1. Komunitas seniman yang didatangi atau berhubungan dengan syetan. Ciri-ciri yang dapat dilihat dari komunitas seniman yang demikian itu adalah :

a. Diikuti oleh orang-orang sesat

b. Suka mengembara di lembah-lembah untuk mencari inspirasi

c. Mengatakan sesuatu yang mereka sendiri tidak melakukannya.

2. Komunitas seniman yang terbebas dari pengaruh syetan dan terhindar dari ciri-ciri seniman yang didatangi atau berhubungan dengan syetan. Ciri-ciri yang dapat dilihat dari komunitas seniman yang demikian itu adalah :

a. Memiliki keimanan teguh yang terpancar dalam aktifitas dan proses kreatifitasnya

b. Banyak melakukan amal-amal salih.

c. Banyak berdzikir mengingat Allah

d. Mendapat kemenangan setelah mereka dizalimi


C.Puisi : ada yang baik ada yang buruk

1. Ketika Nabi Muhammad SAW mendengar kata-kata Thorofah bin al-‘Abd, penyair Arab Jahiliyah (pra Islam) dalam bait puisi yang artinya :


Hari-hari akan memperlihatkan padamu

Berbagai berita yang dulu kamu tidak tahu

Dan orang-orang yang tidak kamu bekali

Akan memberimu berbagai informasi


maka Beliau SAW. bersabda :

“Sesungguhnya sebagian dari puisi itu benar-benar merupakan kata-kata bijak (hikmah)”.

2. Hadits dari Abu Hurairah r.a. yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori menyatakan :

“Nabi (Muhammad) SAW. Bersabda :”Sebenar-benar kata yang diucapakan oleh penyair adalah kata-kata Labid :”Ingatlah, segala sesuatu selain Allah adalah batil”. Umayyah Bin Abi Ash-Sholt, nyaris menjadi muslim”.

3. Hadits dari Abu Hurairah r.a. yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori, menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Rongga perut salah seorang dari kalian sungguh lebih baik berisi nanah daripada berisi puisi”.

Menurut Dr. Ahmad Asy-Syarbasyi, mantan Syeikh Al-Azhar, hadits tersebut perlu pelurusan, karena dalam proses periwayatannya ada kata-kata yabng hilang. Menurutnya, hadits tersebut seharusnya berbunyi : “Rongga perut salah seorang dari kalian sungguh lebih baik berisi nanah daripada berisi puisi yang membuat kamu dicerca orang”.

4. Hadits dari Al-Barro’ r.a.yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori menyatakan bahwa Nabi (Muhammad) SAW bersabda kepada Hasan Bin Tsabit, yang terkenal dengan panggilan Penyair Rasul :

“Cercalah mereka, Jibril bersamamu!”.

5. Ka’ab Bin Malik bertanya kepada Rasul Allah SAW. Tentang tanggapan beliau terhadap puisi. Rasul Allah SAW. Bersabda :


“Orang mukmin berjihad (berjuang) dengan lisan dan pedangnya”.

Al-Hadits di atas menunjukkan :

1. Puisi (seni sastra) ada yang baik dan ada yang buruk. Yang baik adalah puisi yang mengandung hikmah, kebenaran, ketauhidan dan wawasan pengetahuan dan pencitraan yang benar. Yang buruk adalah puisi yang menimbulkan fitnah dan kekacaubalauan, yang menentang ketauhidan, menimbulkan syirik dan menentang kebenaran.

2. Penyair Arab Jahiliyah, meskipun mereka hidup dalam suasana penuh kemusyrikan, tetapi dalam karya mereka ada yang mengandung kebenaran, kebijakan dan keluasan wawasan. Hal itu seperti yang terdapat dalam karya Thorofah, Labid, Umayyah Bin Abi Ash-Sholt dan yang lainnya.

3. Islam membolehkan mencerca, mencaci orang-orang kafir yang memusuhi umat Islam dengan menggunakan puisi (karya sastra). Rasul Allah SAW memberikan motivasi kepada Hasan Bin Tsabit, yang dijuluki Penyair Rasul Allah, untuk mencerca orang-orang kafir dengan puisinya.

4. Dalam berjuang di jalan Allah orang-orang mukmin tidak hanya menggunakan peralatan perang sebagai senjata, tetapi juga menggunakan senjata kata-kata, termasuk di dalamnya karya sastra (seni).

D. Musik dan nyanyian merupakan tuntutan hidup manusia :

1. Imam Al-Bukhori meriwayatkan bahwa A’isyah, Ummul mukminin menghadiri walimah (resepsi) perkawinan gadis yatim asuhan beliau yang menikah dengan pemuda Anshor. Ketika A’isyah kembali, Rasulullah SAW bertanya kepada beliau :

“Hai A’isyah, apakah dalam acara itu tidak ada hiburan? Sesungguhnya orang-orang Anshor itu senang sekali dengan hiburan”.

Yang dimaksud dengan hiburan (lahw) dalam hadits tersebut adalah nyanyian yang diiringi musik. Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa beliau bertanya kepada A’isyah :”Apakah kalian tidak menyuruh seorang jariyah (pelayan perempuan yang pandai menyanyi dan memainkan alat musik) yang memukul rebana dan bernyanyi?”. A’isyah balik bertanya kepada beliau :”Apa yang harus dinyanyikan jariyah itu, ya Rasulullah?”. Beliau bersabda (mendendangkan lirik lagu yang artinya:

Kami datang pada kalian, kami datang pada kalian

Sambutlah kami, kami menyalami kalian

Andai bukan karena kekasih berambut pirang

Kami tak akan tinggal di pekampungan kalian


2. Imam An-Nasa-i meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Umumkanlah pernikahan ini dan laksanakanlah pernikahan itu di mesjid-mesjid dan ramaikanlah dengan tabuhan rebana”.

3. Imam An-Nasa-i meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Pemisah antara pernikahan yang halal dan yang haram adalah suara rebana dan nyanyian”.

4. Hadits riwayat Imam Al-Bukhori dari A’isyah r.a. menyatakan bahwa beliau berkata :

“Abu Bakar masuk (ke rumahku), sementara dalam rumahku ada dua orang gadis Anshor sedang menyanyikan legenda peristiwa Bu’ats. A’isyah mengatakan bahwa mereka berdua bukanlah seorang penyanyi. Abu Bakar berkata :”Pantaskah terompet syetan berada di rumah Rasulullah SAW? Hal itu terjadi pada hari raya. Rasulullah SAW bersabda :”Hai Abu Bakar, setiap kaum itu memiliki hari raya, dan ini adalah hari raya kita”.

5. Hadits riwayat Imam Al-Bukhori dari A’isyah r.a. menyatakan bahwa A’isyah berkata :

“Rasulullah SAW masuk ke rumahku, sementara di dalam rumah ada dua orang jariyah (pembantu wanita) sedang menyanyikan legenda Bu’ats. Lalu beliau tiduran di atas tempat tidur sambil memalingkan wajahnya. Kemudian Abu Bakar masuk dan memarahiku, seraya berkata :”Pantaskah suara terompet syetah berada di dekat Nabi SAW”. Rasulullah SAW membalikkan tubuhnya ke arah Abu Bakar seraya berkata :”Biarkanlah!”. Ketika beliau berbalik lagi, aku memberi isyarat kepada ke dua penyanyi itu dengan kerdipan mata dan mereka berdua pun keluar dari rumah”.

Adalah pada hari raya, orang-orang Sudah (Kulit Hitam) melakukan atraksi dengan permainan perisai dan pedang. Saya meminta kepada Nabi SAW untuk menonton atau beliau sendiri menawarkan pada saya :”Apakah kamu mau menonton?”. Saya menjawab :”Ya”. Lalu beliau menggendong saya, pipiku menempel pada pipinya, sementara beliau bersabda :”Terus bermain, hai Bani Arfidah!”. Ketika saya sudah merasa bosan, beliau bersabda :”Sudah cukup?”. Saya menjawab :”Ya”. Beliau bersabda :”Pergilah!”.

6. Hadits riwayat Imam Al-Bukhori dari Abu Hurairah r.a. menyatakan:

“Ketika orang-orang Habsyi sedang bermain-main dengan pedang (memainkan tarian perang) di hadapan Nabi SAW, Umar datang lalu ia mengambil kerikil dan melemparkan pada mereka. Nabi bersabda:”Biarkan, hai Umar!”.

Al-Hadits di atas menunjukkan :

1. Dalam acara-acara gembira seperti pada hari raya dan acara pernikahan, dibolehkan adanya musik, nyanyian dan tarian.

2. Alat musik duff (rebana) yang disebutkan oleh hadits tersebut di atas menunjukkan salah satu alat musik yang ada dan dikenal pada masa Nabi SAW.

3. Orang-orang Sudan (Kulit Hitam) yang bermain dengan perisai dan pedang, menunjukkan bahwa pada masa itu sudah ada jenis tarian perang.

4. Boleh menonton pertunjukan kesenian sepanjang tidak mengganggu tugas ibadah dan khalifah.

E. Perupa (Pelukis & Pematung) : diancam azab ?!

1. Hadits riwayat Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim dari A’isyah r.a. mengatakan :

“Rasul Allah SAW pulang dari suatu perjalanan, sementara itu saya menutup jendela dengan kain yang bergambarkan patung. Ketika Rasul Allah SAW melihatnya, wajah beliau menjadi berubah, seraya bersabda :”Hai Aisyah, orang yang paling keras siksaannya di hadapan Allah di hari kiamat adalah orang-orang yang meniru ciptaan Allah”. Aisyah melanjutkan :”Lalu kami memotongnya dan menjadikannya dua sarung bantal “.

2. Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas yang menyatakan :

“Saya mendengar Rasul Allah SAW bersabda :”Setiap perupa (pelukis, pematung) dimasukkan neraka. Pada setiap lukisan/patung yang dibuatnya dijadikan bernyawa, lalu menyiksanya di dalam neraka Jahannam”. Ibnu Abbas menyatakan :”Jika anda dituntut mesti harus melukis/membuat patung, buatlah pepohonan dan benda-benda yang tidak bernyawa”.

3. Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas yang menyatakan :

“Saya mendengar Rasul Allah SAW bersabda :”Barangsiapa menggambar/ memahat suatu gambar/patung di dunia, di akhirat dia akan dibebani agar memberinya ruh (nyawa), sementara dia tidak akan pernah bisa memberinya ruh”.

4. Hadits riwayat Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim dari Ibnu Mas’ud menyatakan :

“Saya mendengan Rasul Allah SAW bersabda :”Sesungguhnya manusia yang menanggung siksaan yang paling berat pada hari kiamat adalah para perupa”. Hadits riwayat Imam Muslim.

Al-Hadits di atas menunjukkan bahwa :

1. Perupa (pelukis, pematung dsb) mendapat ancaman keras.

2. Dimaksud dengan gambar / patung dalam sabda-sabda tersebut adalah gambar, atau patung dari makhluk bernyawa, yaitu manusia dan binatang.

SIKAP PARA ULAMA DAN UMAT ISLAM TERHADAP SENI

Bertolak pada pemahaman tekstual dan kontekstual terhadap teks-teks Al-Qur’an dan Al-Hadits yang berkenaan dengan seni, para Ulama diikuti umat Islam terbagi kepada dua kubu, yaitu :

1. Kubu para Ulama yang menyatakan bahwa teks doktrin tentang seni bersifat tekstual, yang berarti bahwa hukum-hukum yang terkandung di dalamnya berlaku untuk sepanjang zaman.

2. Kubu para Ulama yang menyatakan bahwa doktrin tentang seni dalam Islam bersifat kontekstual, sehingga hukum-hukum yang terkandung di dalamnya sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi saat doktrin itu lahir. Dengan demikian, bisa saja suatu doktrin, ketika disampaikan pertama kali mengandung hukum larangan keras (haram), dalam perkembangan situasi dan kondisi bisa berubah menjadi mubah (boleh) karena latar belakang atau penyebab awal disampaikannya doktrin (asbabun nuzul Al-Qur’an dan asbabul wurud Al-Hadits) sudah tidak sama dengan situasi dan kondisi yang ada di masa-masa sesudahnya.

Kubu mana pun yang dipilih, masing-masing mempunyai landasan dan argumen yang kuat. Yang penting masing-masing kubu hendaknya menyadari bahwa perbedaan pendapat dalam melakukan interpretasi suatu teks doktrin keagamaan itu adalah manusiawi dan tidak perlu dijadikan pemicu suatu pertikaian yang memecahbelah ukhuwwah islamiyah dan ukhuwwah insaniyah.

MENCIPTA DAN MENIKMATI SENI

Dalam mencipta dan menikmati karya seni seniman dan penikmat seni muslim hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:

1. Atas dasar diciptakannya manusia sebagai hamba dari Khaliknya dalam keadaan yang sama, yang membedakan antara yang satu dengan yang lainnya hanyalah dari tingkat ketakwaannya.

2. Secara teoritis, manusia muslim memiliki tiga kemampuan dasar untuk mengembangkan kebudayaan. Pertama : rasa/imajinasi untuk mengembangkan estetika, kagum, terharu, sehingga berperasaan tajam dan berdaya cipta. Kedua : fikiran. Yaitu rasio untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketiga :iman (ucapan dan perbuatan) terhadap Islam. (Pemikiran A.Sadali dari Al-Qur’an Surat Ali Imran : 190-191).

3. Agama Islam adalah wahyu Allah SWT, merupakan sistem nilai yang mengandung tiga potensi di atas dan mengakuinya sebagai fitrah manusia. Ketiga potensi tersebut secara bersama-sama dapat dipakai untuk menemukan kebenaran tertinggi, yaitu kebenaran Allah SWT. Sebagai acuan dari kebudayaan yang dikembangkan oleh manusia dalam tujuannya menjadi manusia yang paripurna (Ulil Albab).

4. Seni adalah suatu penjelmaan rasa keindahan yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantara “alat-alat komunikasi” ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indra.

5. Kualitas seni Islam dan yang membedakannya denan seni lainnya adalah cikal bakal sumber seni Islam itu sendiri. Yaitu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

6. Tanpa dua sumber spiritual Islam, Al-Qur’an dan As-Sunnah, tidak akan ada seni Islam.

7. Dalam sejarah, seni Islam mengalami kemunduran dan hancur sama sekali karena spiritualitas dan intelektualitas yang memberikan daya hidupnya telah terabaikan.

8. Rasa seni adalah perasaan keindahan yang ada pada setiap manusia normal yang dibawa sejak lahir. Yang merupakan sesuatu yang mendasar dalam kehidupan manusia yang menuntut penyaluran dan pengawasan, baik dalam melahirkannya maupun dengan menikmatinya. Artinya, kualitas keimanan seorang muslim terhadap Islam sangat mempengaruhi pandangannya terhadap realitas (Tuhan, manusia dan alam).

9. “Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan.” (Hadits riwayat Imam Muslim). Manusia diwajibkan menjadi khalifah untuk alam semesta di bumi ini, membentuk keindahan, kedamaian dan kemakmuran. Keindahan Islam tidak hanya berkaitan dengan penampakan lahiriaahnya. Tetapi juga bathinnya.

10. Islam adalah agama fitrah. Yaitu agama yang berisi ajaran-ajaran yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia. Justru menyalurkan dan mengatur tuntun[t]an fitrah tersebut. Termasuk dalam hal ini fitrah rasa seni. Karena itu seni tidak bebas nilai.

11. Strategi kebudayaan Islam menyetukan dimensi ajaran kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan dimensi ijtihad dan tajdid sosial keagamaan. Ciri khas strategi kebudayaan Islam adalah adanya hubungan yang erat dan timbal balik antara sisi normativitas Al-Qur’an dan As-Sunnah serta historis pemahamannya pada wilayah kesejarahan tertentu.

12. Menciptakan dan menikmati karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengarah atau tidak mengakibatkan fasad (kerusakan), dlarar (bahaya), ‘ishyan (kedurhakaan) dan ba’id ‘anillah (jauh dari Allah), yang merupakan rambu-rambu proses penciptaan dan menikmatinya.

1) Fasad : merusak. Mencipta dan menikmat-inya berakibat merusak, baik yang mencip-takannya maupun orang lain daan lingkungan. Meliputi merusak aqidah, ibadah, dan hubungan sosial.

2) Dlarar : bahaya. Mencipta dan menikmatinya menimbulkan bahaya pada diri pencipta maupun penikmatnya.

3) ‘Ishyan : durhaka. Mencipta dan menikmatinyamendorong kepada pelanggaran hukum agama atau durhaka kepada Allah, orang tua, atau suami-istri (bagai yang berkeluarga).

4) Ba’id ‘anillah : jauh dari Allah. Mencipta dan menikmatinya menghalangi ibadah. (Amri Yahya, 1990).

Berdasarkan catatan-catatan di atas, dapat dirumuskan bahwa seni budaya dalam Islam adalah keahlian mengekpresikan ide-ide dan pemikiran estetika dan keahlian mewujudkan kemampuan serta imajinasi penciptaan benda, suasana atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah dengan berdasartolak dan merujuk kepada sumber segala sumber ajaran-ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Wujud kongkrit seni budaya yang tumbuh dan berkembang dalam dunia Islam sebagai produk budaya dan peradaban umat Islam meliputi : sastra, musik, seni suara, teater, seni rupa, seni pahat, dekorasi, kerajian, kaligrafi dan arsitektur.

DAFTAR RUJUKAN

Al-Qur’an Al-Kariim

Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad Bin Ismail Bin Ibrahim Bin Al-Mughirah, 1422 H, Shahih Al-Bukhari, Muhaqqiq: Muhammad Zuhair Bin Nashir an-Nashir, t.k.t : Dar Thauq an-Najaah, cet. 1.

Amri Yahya, 1990, “Kebudayaan dan Kesenian dalam Perspektif Islam” pokok-pokok ceramah seni dalam studium general pada acara Orientasi Pengenalan Kampus (Ospek) mahasiswa baru IAIN Sunan Kalijaga.

An-Nawawi, al-Imam Abi Zakariya Yahya Bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi, 1990, Riyadl al-Sholihin, Jeddah : Dar al-Qiblah li al-Tsaqofah al-Islamiyah.

Azhar Basyir, H.A., 1991, Pendidikan Agama Islam 1 (‘Aqidah), Yogyakarta : Perpustakaan Fakultas Hukum UII.

Badri Yatim, 1995, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Muslim Bin Al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, Tahqiq: Muhammad Fuad Abdul Baqi’, Beirut : Daru Ihya’ at-Turaats al-‘Arabi, t.t.

Sulaiman Bin al-Asy’ats Abu Daud as-Sijistani al-Azdi, t.t.,Sunan Abi Daud, Tahqiq: Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, t.k.t. : Dar al-Fikr.

Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Madinah al-Munawwarah : Majma’ Al-Malik Fahd Li Thiba’at al-Mushhaf Asy-Syariif, , t.t.

SANGKAN PARAN

SANGKAN PARAN

Perjalanan Musik Tiga Zaman

Naskah/Skenario

Oleh : m. naufal

Prolog

Sangkan Paran menjadi sebuah landasan pemikiran kreatif untuk melahirkan kesadaran manusia melalui musik teatrikal. Berpijak pada sejarah kehidupan manusia melewati peradaban tiga zaman ( zaman batu, zaman logam dan zaman modern ) menjadikan inspirasi menciptakan sebuah karya besar untuk menunjukkan kawruh ajaran hidup bagi seluruh manusia. Dengan menggunakan berbagai unsur suara yang ada di alam ini mulai dari berbagai macam batu, bambu, kayu, besi, demikian juga alat tradisional dan modern seperti gamelan, bonang, kendang, rebab, drumm, bass, guitar, keyboard dan lain sebagainya. Unsur performance aktor dan didukung dengan setting panggung serta lighting menjadi perpaduan yang harmoni untuk menciptakan nilai estetis dan memiliki ruh sebagai landasan untuk memahami simbol sebuah kehidupan.

Sangkan Paran merupakan “ngelmu”’ Jawa yang mengajarkan asal mula keseluruhan yang ada dan kemana tujuan akhirnya. “Ada” dalam artian “Maha KesatuanTunggal Semesta” adalah langgeng abadi. Inilah seharusnya pegangan hidup manusia karena manusia merupakan ‘persenyawaan’ dari tiga unsur : bumi lan langit, cahya lan teja, serta”‘dzat urip”. Ketiga unsur tersebut bersifat langgeng pada “azali”-nya, dan “kahanan pernyawaannya” adalah tidak abadi. Sangkan berarti proses mensenyawa, sementara paran merupakan “kahanan” setelah mengurai kembalinya pernyawaan tersebut.ss

Tiada yang tertinggal, seluruhnya hilang menjadi satu wujud, roh dengan jasad. Luar-dalam ini hilang. Seluruhnya kembali kepada yang menitipkan, kembali dalam ketiadaan. Setelah segalanya menjadi dan terus bergerak menjadi kesatuan harmoni, mengajak manusia untuk melihat semuanya menjadi satu keseluruhan, jika tidak maka akan muncul sebuah, maka jika ada manusia yang terus menerus memejamkan satu diantara kedua matanya maka sesungguhnya dia telah menghilangkan satu dari anugerah semesta (Tuhan). Jika dari salah satu anugerah itu hilang maka akan menghilangkan keseimbangan semesta ini, dan Jika hanya ada kebaikan maka akan mempercepat kehancuran dan sebaliknya.

BABAK I

SILUET

Dunia di penuhi dengan bayang-bayang kebingungan mencari arah jalan kehidupan yang sejati. setumpuk kebingungan manusia saat ini dan yang akan datang. [Komposisi musik kolaborasi musik modern dan tradisional]

a. Panggung dalam keadaan gelap (performance stand by di stage 1 bagian tengah dan pemain musik stand by di stage 2 dan 3. Backdrop stage 2 dan 3 masih dalam keadaan tertutup )

b. Jalan bersamaan : Performance manusia dalam kebingungan dan keresahan di stage 1 di sorot lampu merah/pemain gamelan di stage 2 (backdrop putih masih menutup gamelan dan pemainnya) memunculkan kesan siluet para pemain musik gamelan/komposisi musik opening(keresahan).sesekali ada bayangan berkelebat di atas panggung stage 2

c. Komposisi musik fade out bersamaan dengan hilangnya siluet di stage 2/performance di stage 1 seperti tak terkendali masuk dan kembali pada zaman batu.

d. Performance di stage depan membentuk komposisi orang bertapa mengelilingi gundukan batu dengan effek asap di atas batu tersebut.

Note : Panggung di bagi menjadi tiga stage:stage1 di panggung depan, stage 2 di panggung tengah dan stage3 di panggung belakang. Batas antara stage 1 dan 2 tertutup back drop warna putih dan batas antara stage 2 dan stage 3 tertutup dengan backdrop warna hitam.stage 1 tersebar batu yan berserakan dan tumpukan batu seperti candi di bagian tengah. Posisi alat musik gamelan di stage2 , keyboard dan drumdan lainnya di stage 3.

BATU

[menceritakan tentang sejarah zaman batu. Di mana manusia belum mengenal sebuah peradaban dan hidup masih sangat tergantung kepada alam yang ada di sekitarnya. Pencarian yang tidak jelas akan kekuatan alam masih bersifat sangat sederhana sekali. Sebuah komposisi musik dari batu dan vokal primitif tercipta mengiringi ritual animisme dan dinamisme (Komposisi Music Ritual Primitif ini bernuansa Black Magic dan ketakutan kepada kekuatan-kekuatan jahat ].

a. Panggung dalam keadaan hening menunjukkan belum ada kehidupan. Semuanya tenang seperti menunggu lahirnya nafas-nafas kehidupan. Tiba-tiba ada suara hebat seperti dentuman bom yang menggelegar. Kemudian performance mulai melakukan ritual primitif, (mengeksplor gerak tubuh dan vokal primitif saja).

b. Dalam keadaan yang bebas, tak sengaja ada performance yang menyentuh batu dan menimbulkan suara dan kemudian dijadikan untuk mengiringi ritual mereka hingga membentuk beberapa komposisi perkusif dari bebatuan.

c. Sampai akhirnya komposisi performance dan musik batu mencapai titik klimaks dengan ditandai perubahan-perubahan halus.

Note: komposisi musik murni dari bahan dasar batu seperti performance menggesekan antar batu untuk membuat senjata berburu, batu menumbuk batu, batu di pukul-pukul ke lantai, batu untuk membunuh hewan dan komposisi lainnya.bila perlu bisa juga memakai keyboard untuk mendukung suasana agar lebih hidup dengan memakai voice yang sesuai tapi jangan sampai menghilangkan kesan dan kehidupan zaman batu.

KAYU

Demi meraih sebuah peradaban ternyata manusia memerlukan waktu yang sangat panjang, sehingga pada prosesnya tidak berjalan dengan mudah. Perubahan sedikit demi sedikit selalu berjalan meskipun dalam situasi yang amat rumit bahkan terkadang penemuan itu awalnya hanya sebuah kebetulan dan kemudian dijadikan kebiasaan. [Nilai komposisi yang ditonjolkan adalah nilai perkusif melodis bernuansa romantis picisan, sedangkan alat tiup tradisional merupakan pendukung dan penguat emosi belaka. Bentuk ini bejalan sampai pada suasana emosi yang semakin memuncak dan menemukan sebuah kebosanan dan masih terbatas dalam ritual-ritual].

a. Performance dan komposisi batu tidak begitu saja menghilang, komposisi bebatuan terus berlanjut dengan nilai dan bobot yang lebih sedikit.

b. Tiba-tiba ada beberapa performance masuk ke stage 1 dan mulai memainkan beberapa komposisi dari kayu, selanjutnya komposisi batu dikurangi sedikit demi sedikit hingga pada akhirnya hilang sama sekali digantikan dengan alat-alat yang berbahan dasar kayu dan bersifat perkusif.

c. Sebuah peradaban mulai masuk tapi masih sangat sederhana sekali. komposisi alat-alat membran seperti jimbe mulai melengkapi dan mengisi beberapa komposisi batu dan kayu.

d. Setelah beberapa saat komposisi di atas berjalan tanpa jeda, kemudian disusul dengan alat-alat melodis yang berbahan dasar kayu dan bambu yang masih dianggap sebagai alat primitif seperti gambang, seruling, saluang dan alat-alat tradisional lainnya.

Note: Alat-alat yang memungkinkan untuk digunakan antara lain sepotong bambu, bilahan bambu,atau alat apa saja yang di buat dari bahan dasar bambu tapi masih bersifat sederhana, potongan kayu dan bahan -bahan yang dapat menghasilkan efek-efek suara kayu. perfotmance yang di pakai misalnya ; usaha menyerut dan memotong kayu dengan batu, panah primitif yang di mainkan talinya,dan beberapa alat yang memungkinkan untuk di eksplor untuk menghasilkan efek-efek suara yang memungkinkan diambil nilai perkusif atau melodisnya.jika bisa tetap bisa memakai keybiard sebagai pembangun suasana.

BABAK II

LOGAM

Logam mulai mewarnai kehidupan manusia. Namun kenyataan yang terjadi justru sangat berubah drastis dan mencekam menimbulkan ketidak tenangan. Suara hiruk pikuk manusia dengan rasa cemas karena perbudakan, perang dan perebutan wilayah manusia. Kecemasan dan ketegangan terus berlanjut dan mencapai titik klimaks sehingga harmoni yang pada mulanya berupa kecemasan dan perang perlahan berubah menjadi nuansa kedamaian. (kesan primitif masih sangat terasa namun sudah mulai di tinggalkan dengan perlahan-lahan, nuansa profan mulai membangun pada komposisi ini).

a. Efek–efek suara besi masuk dengan mengejutkan di sertai dengan suara melengking dan hiruk pikuk manusia dari luar panggung mengacaukan komposisi sebelumnya. (pergantian komposisi tetap halus dan continyu).

b. Beberapa orang membawa lempengan besi, tameng, cemeti dan benda-benda tajam membentuk performance perbudakan dan perang. Nuansa hiruk pikuk dan kehancuran akibat perang dan perbudakan sangat kental di tonjolkan dalam komposisi ini.

c. Setelah beberapa saat komposisi di atas berjalan mulai muncul Harmoni ketenangan dan kedamaian dari komposisi gamelan (di stage 2 danbackdrop putih mulai terbuka perlahan) yang berjalan pelan namun sangat kuat ruhnya. Meskipun nuansa mencekam itu masih ada dan masih kental, seakan terdistorsi oleh nilai profan yang mulai mewarnai kehidupan. Sesekali masih ada perang yang mengajak manusia untuk merenungkan keberadaan dirinya sebagai manusia. (beberapa komposisi gamelan murni masuk pelan dan menggantikan komposisi perang dengan nuansa perenungan menggunakan syair-syair tembang jawa).

bait 8,13 dan 14 tembang pangkur

Socaning jiwangganira,

Jer katara lamun pocapan pasthi

Lumuh asor kudu unggul,

Semengah sesongaran,

Yen mengkono kena ingaran katungkul

Karem ing reh kaparawiran

Nora enak iku kaki

Tan samara pamoring sukma,

Sinuksmaya winahya ing ngasepi,

Sinimpen telenging kalbu,

Pambukaning warana,

Tarlen saking liyep layaping aluyup

Pindha pesating sumpena,

Sumusuping rasa jati

Sejatine kang mangkana,

Wis kaenan nugrahaning Hyang Widhi,

Bali alaming asuwung,

Tan karem karameyan,

Ingkang sipat wisesa winisesa wus,

Mulih mula mulanira,

Mulane wong anom sami.

gambaran jiwamu, akan terlihat dari tutur kata, tidak mau mengalah maunya menang sendiri, senang menyombongkan diri, jika demikian bisa dibilang terlena, suka ribut..gak baik itu nak!

jangan cemaskan tentang sukma, menghayati dan membuktikan didalam keheningan, yg disimpan didalam batin, sebuah gerbang pembuka, dari suasana hening dan sayup, seperti sebuah mimpi, merasuk dalam rasa batin

sebenarnya situasi itu, sudah mendapat anugrah Tuhan, kembali ke alam hening, tidak senang dalam keramaian, yg bersifat kuasa-menguasai, kembali ke alam asal, tempat orang muda berasal

d. Komposisi terakhir gamelan mengantarkan peradaban manusia masuk ke zaman edan (komposisi dengan ending puisi dari Pupuh Sinom bait ketujuh Serat Kalatida karya Ronggowarsito)

Amenangi jaman edan

Ewuh aya ing pambudi

Milu edan nora tahan

Yen tan milu anglakoni

Boya kaduman melik

Kaliren wekasanipun

Ndilalah karsa Allah

Begja-begjane kang lali

Luwih begja kang eling lan waspada

Artinya:

Hidup didalam jaman edan, memang repot.

Akan mengikuti tidak sampai hati,

tetapi kalau tidak mengikuti geraknya jaman

tidak mendapat apapun juga. Akhirnya dapat menderita kelaparan.

Namun sudah menjadi kehendak Tuhan.

Bagaimanapun juga walaupun orang yang lupa itu bahagia

namun masih lebih bahagia lagi orang yang senantiasa ingat dan waspada.

BABAK III

MODERN

Manusia telah memiliki peradaban baru dengan segala isinya,tekhnologi dan tetek bengeknya. Karena itu, berbagai hal yang muncul akibat perjumpaannya dengan realitas berikut seabrek fenomena kehidupan yang dilampauinya. Semuanya cuma membelenggu daya jelajah manusia, bisa saja dengan seketika menjadi layar proyeksi diri karena fenomena-fenomena tersebut ternyata mampu juga membangkitkan kegelisahan-kegelisahan eksistensialnya. Hal ini menjadi bagian-bagian jagat manusia yang harus dimaknai. segala gejala indrawiah merupakan medium bagi manusia untuk melacak sangkan-paran yang sifatnya ilahiah. (komposisi musik lebih kepada perpaduan seluruh alat yang ada dengan menonjolkan berbagai komposisi manusia modern, mulai dari klasik, jazz, nge-band, pop, rock dan di sertai puisi dan lagu yang bernuansa pencarian tiada terhenti dan penuh dengan tanda tanya).

a. Di akhir Komposisi gamelan, performance gamelan tiba-tiba tersentak dan shock dengan kemunculan performance gitar yang di ikuti performance bass. (komposisi klasik gitar bass mulai bermain sementara komposisi gamelan terhenti dan performance gamelan meninggalkan panggung dengan kemarahan yang luar biasa )

b. Performance gitar dan bass berjalan sendiri memainkan beberapa komposisi klasik.

c. Kemudian di ikuti munculnya performance key board dan drum mengisi komposisi gitar dan bass serta beberapa alat modern (memainkan komposisi jazz dan band pop/backdrop stage 3 mulai terbuka)

d. Setelah beberapa kompoisi berjalan , Pemain gamelan perlahan lahan mulai masuk dan menyatu menghasilkan beberapa komposisi kolaborasi antar keduanya (beberapa komposisi gabungan, komposisi musik puisi dan kompoosisi lagu).

Puisi :

Muksa

Diam tidak seperti batu

Diam tidak seperti air

Tahu, namun tidak ada yang memberi tahu

Manusia menjalani laku menuju muksa

Tanpa kesadaran dan petunjuk, kosong

Tidak dapat di ceritakan musnahnya

Telah di gariskan, yang nyata yang dipakai

Sebuah anugerah wahyu pribadi

Kecongka’an pikiran dan tingkah laku

Ada di puncak gunung

Suaranya keras membuat penuh

Bila ada orang datang, berkata: “gaduh”!

Bagaikan rebana besar di tabuh

Menciptakan suara nyaring, seraya dibuka tidak ada isinya

Hanya penyesalan yang tersisa

Kesempurnaan adalah kemusnahan

Batu, kayu, bumi, matahari, bulan, langit, angkasa raya, air, samudera, api,

Intan mulia, permata merah, timur- barat, utara- selatan, atas- bawah

Semuanya menghilang

Semuanya musnah

Ambiretno sebagai tirainya

Menyatu dan itulah ketiadaan

Kesempurnaan sifatnya rahasia

Dia sabar, rendah hati dan bersifat ksatria

Bentuk lahir dan batin tidak tercecer

Bagaikan menyatu dalam sebuah cetakan

Tidak ada rasa khawatir

Harumnya tersimpan dalam hati yang jernih

Inti kehidupan berkilau tidak berwarna

Tidak dapat di tunjuk dan tiada bertempat

Sebuah tanda telah nyata menguasai petunjuk-Nya

Mulia seperti semula

Dalam sebuah detak ketiadaan

-------------

June‘08

e. Pencarian komposisi terus berjalan mengeksplor sesuai keinginan ,hingga akhirnya menemukan titik kejenuhan dan hanya tinggal ketiadaan.

f. Panggung kembali sepi, hanya ada suara detak jantung manusia.

Selalu ada sebentuk kerinduan. Tetapi, juga sekaligus kegelisahan spiritual karena manusia selalu menjalani pengembaraan dimana tidak selalu bersifat fisik-ragawi, bahkan yang lebih penting adalah pengembaraan spiritual-batini. Bagi yang menghayati makna ini secara baik, pengembaraan semacam itu seolah merupakan sebuah imperatif yang harus ditunaikan oleh siapapun yang mengaku dan merasa sebagai manusia. Muara akhir yang akan dicapai adalah ketenangan batin dalam merambah kehidupan, sebuah kualitas yang harus dimiliki yakni kesadaran untuk merumuskan jati diri. INILAH LELAKON KAWRUH SANGKAN PARAN.

END

“DI BAWAH BAYANG-BAYANG POHON BAKAU”

“DI BAWAH BAYANG-BAYANG POHON BAKAU”

Oleh; Wahyudin - sanggar nuun

Lakon

Marji (suami usia 78 tahun)

Samiah (istri usia 63 tahun)

Rahmin (usia 55 tahun)

Samsani (usia 50 tahun)

Warga

(PAGI HARI DI TEPI LAUT DI DEPAN RUMAH MARJI TAMPAK MEMBERSIHKAN DIRI SETELAH MENANCAPKAN BEBERAPA BATANG POHON BAKAU. BEBERAPA SAAT SAMIAH KELUAR DARI DALAM RUMAH).

Samiah : Sudah pulang rupanya kau Marji?! Berapa banyak batang bakau yang kau tancapkan pagi ini?

Marji : Ya Lumayan.

Samiah : Lumayan, berapa tepatnya?

Marji : Ya lumayan, cukup! Cukup banyak.

Samiah : Yang aku tanyakan jumlahnya, Marji. Tepatnya berapa?

Marji : Sedikit lebih banyak dari kemarin, istriku.

Samiah : Wajahmu tampak senang, sepertinya kau berhasil menanam banyak bakau atau kau memang sedang gembira hari ini.

Marji : Ya, banyak. Tapi aku tak menghitungnya…tidak ada teh panas untukku istriku?

(SAMIAH TERDIAM BEBERAPA SAAT, MARJI MENATAP DALAM WAJAH SAMIAH)

Marji : Kau tidak menyediakannya untukku istriku? Padahal katamu aku sedang gembira pagi ini, tapi rasanya kau malah sebaliknya. Apa kau tidak sedang bahagia hari ini?

Samiah : Kau sudah tahu Marji, pagi ini tidak ada teh panas. Tapi bukan berarti aku tidak bahagia.

Marji : Tapi kenapa tidak menyediakan teh panas, istriku?

(MARJI TERDIAM, BEBERAPA SAAT MENATAP SAMIAH YANG JUGA TAMPAK GELISAH)

Marji : Kau tampak berbeda hari ini Samiah, perkataan dan raut mukamu menunjukan itu. Apa kau tidak suka dengan apa yang aku lakukan setiap hari, menanam dan meyiangi bakau?

Samiah : Tidak, aku suka! Aku menyukai apa yang kau kerjakan setiap hari suamiku, bahkan aku bangga.

Marji : Tapi…Kenapa kau tidak menyediakan teh panas seperti biasanya?

Samiah : Memang tidak.

Marji : Apa gula dan tehnya habis? Atau kita tidak mempunyai persediaan air hujan untuk dimasak?

Samiah : Mungkin.

Marji : Mungkin??! Mungkin bagaimana? Kau mulai aneh istriku, beberapa hari ini kau telah berkata dan bersikap aneh denganku dan sejak aku datang aku menemukan sikap itu ada padamu.

Samiah : Aneh? Aneh bagaimana?

Marji : Ya aneh…alasanmu itu yang aneh.

Samiah : Hari ini aku tidak melihat isi dapur, aku tidak memasak! Ini sudah jelas kan, tidak aneh lagi!

Marji : Kau sedang sakit?

Samiah : Tidak.

(MARJI KEMBALI TERDIAM, MERENUNG, MATANYA BEBERAPA KALI MELIRIK SAMIAH)

Marji : Pohon bakau yang aku tanam sebagian sudah tua dan ada beberapa rantingnya yang sudah kering, besok aku akan mengambil dan mengumpulkannya. Kau bisa menjualnya ke pasar dan kita bisa mendapatkan uang untuk belanja.

Samiah : Tidak perlu repot-repot kau memikirkan uang belanja Marji. Uang itu biar aku saja yang mencari dan kau bisa bangun pagi pergi ke tepi laut menanam bakau lalu kau bisa pulang dengan senang.

Marji : Ya sudah, itu cukup bagiku kalau kau juga merasa senang! Tapi aku tidak bisa senang kalau kau bersikap seperti itu.

(MARJI BERGERAK MENINGGALKAN SAMIAH NAMUN BEBERAPA SAAT BERHENTI MENDENGAR UCAPAN SAMIAH)

Samiah : Kau mau kemana, Suamiku?

(MARJI BERHENTI)

Marji : Tidak, aku tidak kemana-mana! Aku hanya ingin kembali ke tepi laut menengok pohon-pohon bakauku yang ada di sebelah timur. Dua minggu yang lalu aku menanamnya mungkin sudah ada yang mulai tumbuh.

Samiah : Apa kau tidak makan dulu? Kau marah denganku?

Marji : Bukankah katamu tadi tidak memasak?!

Samiah : Ya memang, tapi aku membeli nasi bungkus untuk sarapanmu. Kenapa kau sekarang berubah menjadi orang yang mudah tersinggung hanya dengan sedikit kata-kataku.

Marji : Aku tidak tersinggung dengan ucapan-ucapanmu istriku, tapi bukankah sebaliknya?

Samiah : Bukankah sudah aku jelaskan, aku tidak keberatan dengan apa yang kau kerjakan.

Marji : Syukurlah.

Samiah : Tapi kenapa kau mendadak berubah suamiku?

Marji : Aku hanya masih terpikirkan dengan pohon bakauku.

Samiah : Memang kenapa dengan tanaman bakaumu? Apa kau sudah lelah menanamnya? Apa kau merasa sudah tidak ada yang memperhatikan kegiatanmu hingga kau merasa tak ada manfaatnya ?

Marji : Bukan itu...

(SAMIAH MENDEKATI MARJI)

Samiah : Lalu kenapa? Kau tampak serius, apa masalahmu ?

Marji : Laut itu...

Samiah : Ada apa dengan laut? Bukankah dari dulu hidup kita tidak jauh dari laut? Jawabanmu semakin tidak jelas seperti itu suamiku.

Marji : Ya! Laut itu telah banyak merusak pohon-pohon bakauku. Harusnya kau sudah tahu, sebelah timur paling ujung sudah satu hektar lebih pohon bakau yang kutanam sekarang tinggal beberapa pucuk saja, belum lagi sebelah utaranya.

Samiah : Apa itu karena laut?

Marji : Ya! Semua rusak karena air laut dan...

Samiah : Dan apa? Bukankah pohon bakau itu tumbuh karena air laut. Kenapa kau malah menyalahkannya. Ucapanmu semakin aneh, suamiku.

Marji : Aneh? Apanya yang aneh?

Samiah : Alasanmu itu suamiku…

Marji : Ah... kau mulai meniru kata-kataku, istriku.

(SAMIAH TERSENYUM LALU MASUK KE DALAM RUMAH KEMUDIAN KELUAR MEMBAWA LILIN LALU MENYALAKANNYA)

Marji : Hari semakin panas, kau malah datang-datang menyalakan lilin, buat apa Samiah? Kau seperti orang tersesat dikegelapan malam.

Samiah : (TERSENYUM) he…he… sabar dulu suamiku ini hanya sedikit kejutan, bukankah hari ini ulang tahunmu? Aku tidak pernah melupakannya, bukankah kau juga tidak pernah melupakan hari ulang tahunku? Tapi maaf lilin ini tinggal setengah, aku tidak mampu membelinya yang masih utuh. Aku harap ini bisa sedikit membahagiakanmu? Silahkan ditiup dulu, lalu aku akan membuatkanmu segelas teh panas.

Marji : Kenapa harus ada ulang tahun istriku? Kau dengar bunyi ombak di belakng rumah kita? Ombak itu telah merobohkan pohon-pohon bakauku sampai aku lupa hari ulang tahunku, tapi kau selalu mengingatkanku kembali.

Samiah : Suamiku, kita sudah terlalu tua sampai kita sering lupa kapan tanggal lahir kita. Kau sibuk menanam bakau dan aku sibuk jual ranting kering di pasar, lilin ini bukan sekedar perayaan tapi sedikit peringatan bahwa tujuh puluh delapan tahun lalu telah lahir jabang bayi yang sampai hari ini masih kuat menatap langit dan berada di sampingku. (DIAM SESAAT) Sepertinya hidup kita akan berakhir seperti ini dan itu bukan pilihan kita.

Marji : Kau menyesali hidup seperti ini, istriku?

Samiah : Tentu tidak suamiku. Bukankah ini juga pilihan kita? Meski awalnya kita tidak pernah membayangkan hidup berdua di tepi laut seperti ini. Aku masih ingat waktu orang-orang kampung satu persatu meninggalkan tanah kelahiran mereka dan kau bersikeras tinggal di kampung ini. Mereka sudah tahu kalau kampung ini akan hilang ditelan ombak hingga mereka mau menjual tambak-tambak mereka.

Marji : Kau salah istriku. Untuk kali ini keyakinanmu keliru istriku.

Samiah : Maksudmu apa yang selama ini aku ketahui bukan yang sebenarnya? Tapi ini sudah terlalu lama suamiku, sejak para warga satu persatu meninggalkan kampung halaman ini.

Marji : Aku akan menceritakannya padamu tapi setelah kau membuatkan teh panas untukku.

Samiah : Teh panas?

Marji : Iya, teh panas.

Samiah : Bukahkah katamu hari sudah panas, kenapa kau malah memintaku membuatkan teh panas?

Marji : Kau mau dengar ceritanya tidak?

Samiah : Kau janji? Tapi kau juga harus tiup lilin ini.

Marji : Ya, aku janji.

(SAMIAH MASUK KE RUMAH MEMASAK AIR DAN MEMBUATKAN TEH UNTUK MARJI)

Marji : Ingat gulanya jangan terlalu banyak!

Samiah : Ya… aku tahu.

Marji : Oh ya, jangan lupa nasi bungkusnya istriku, tolong sekalian kau bawakan kemari.

Samiah : Ya… pasti suamiku.

(SAMIAH KELUAR DARI RUMAH, MEMBAWA SEGELAS TEH DAN NASI BUNGKUS)

Samiah : Ini nasi dan tehnya suamiku. Anggap saja ini hadiah ulang tahun yang ke tujuh puluh delapanmu dariku.

Marji : Terima kasih istriku. Tentu ini tidak pedas bukan? Mudah-mudahan ini sesuai dengan seleraku. Mari kita makan bersama nasi ini, anggap saja ini rejeki dari Tuhan yang tidak tertandingi pada hari ini.

Samiah : Kau masih suka romantis-ramantisan seperti dulu suamiku.

Marji : ha...ha.. kau juga seperti perawan yang masih ku kenal dulu, malu-malu dan suka merayu.

Samiah : Apa ceritamu?

Marji : Ya nanti setelah kita makan.

Samiah : Tapi kau sudah janji.

Marji : Iya nanti. Mari kita makan bersama.

(SAMIAH DAN MARJI DUDUK SALING BERHADAPAN MAKAN BERSAMA DAN BARU BEBERAPA SUAP TIBA-TIBA SAMSANI MUNCUL DARI LUAR)

Samsani : Selamat siang! Selamat siang pak Marji.

Marji : Selamat siang, maaf saudara menyapa saya?

Samsani : Benar. Saudara yang bernama Marji bukan? Aku Samsani dulu penduduk kampung ini, tentu kau masih ingat.

Marji : Sebentar, oh... Samsani, apa kabar? Mari silahkan duduk.

Samiah : Oh... pak Samsani

Samsani : Apa kabar Marji? Sudah terlalu lama kita tidak bertemu, wajahmu masih seperti yang dulu hampir tidak aku jumpai perubahan yang mencolok kecuali ubanmu yang semakin bertambah banyak dan raut mukamu yang sedikit menua.

Marji : He…he… ya Samsani, aku dengan istriku hampir tidak pernah berjumpa dengan orang lain setelah lebih dari lima belas tahun, hingga rasanya aku hanya tahu bahwa kami mengalami sedikit sekali perubahan.

Samiah : Samsani, sekarang kau tampak lebih bersih wajahmu tidak menunjukan umurmu yang bertambah tua. Kau sekarang tampak berbeda dengan kami, kecuali hanya tongkat penyanggamu itu yang menyamakan kita. Bukan begitu suamiku?

Marji : Benar istriku, Samsani sekarang kelihatan lebih bugar.

Samsani : Samiah, kau jangan seperti itu. Kita masih sama, masih seperti lima belas tahun yang lalu saat rumahku masih berada di kampung ini dan kita sering bertemu. Aku hanya pindah tempat yang jauh dari kampung ini, dan itu sekaligus membawa keberuntunganku hingga aku mengalami sedikit perubahan hidup. Mungkin kau juga sama telah mengalami banyak perubahan dan aku tidak mengetahuinya, bukan begitu Marji?

Marji : Samiah…cepat ambilkan air minum untuk Samsani. Kau tentu haus bukan Samsani? Kampung ini panas sekali kalau siang hari seperti ini dan tentu kau tidak akan betah kalau harus tinggal di kampung ini.

Samiah : Maaf Samsani tunggu sebentar di sini ya! Aku akan buatkan minum untukmu.

Samsani : Samiah… kau benar-benar masih seperti yang dulu selalu ingin menghormati tamu yang datang kemari. Tapi, tidak perlu repot-repot Marji, aku selalu membawa bekal minum sendiri kemanapun aku pergi jadi, kau tidak perlu menyediakan minum untukku.

Marji : Sudahlah jangan bersikap seperti itu, kau datang kemari berarti kau adalah tamuku dan sebagai tuan rumah aku wajib menjamumu.

(SAMSANI MENGELUARKAN BOTOL MINUMAN DARI DALAM TASNYA DAN SAMIAH TETAP MASUK KE RUMAH MEMBUATKAN MINUM)

Marji : Sebenarnya kau ada perlu apa hingga jauh-jauh datang kemari Samsani?

Samsani : Maaf Marji, sebenarnya aku hanya lewat di kampung ini dan aku mendengar kabar dari para pekerja di kilang minyak bahwa kau dan istrimu masih tinggal di sini mengembangkan hutan bakau di bekas kampung kita ini, jadi kuputuskan untuk mampir menemuimu.

Marji : Untunglah kau masih ingat aku dan kampung kita. Kau bekerja di kilang minyak itu Samsani?

Samsani : Ya lumayan! Sebenarnya sudah cukup lama aku bekerja di sana.

Marji : Kau bekerja di bagian apa?

Samsani : Lumayan sekarang aku menempati posisi penting, wakil direktur bagian pengembangan.

Marji : Tentu kau sudah mendapat kepercayaan dari pemilik perusahaan itu, hingga kau sampai menduduki jabatan penting bukan?

Samsani : Ya begitulah Marji. Dan, kebetulan sekali aku bisa bertemu denganmu saat ini mungkin kau bisa membantuku di perusahaan itu.

Marji : Membantumu? Apa menurutmu aku bisa membantumu, bukankah kau sendiri telah memiliki jabatan penting di perusahaan itu? Aku sendiri tidak yakin. Kau lihat sendiri, pekerjaanku hanya menanam bakau sepanjang tepi laut di bekas kampung kita dan hanya itu yang menjadi pengalamanku dan istriku.

Samsani : Karena itulah aku ingin memintamu bersedia membantuku untuk perusahaan kilang minyak itu. Kau memiliki banyak lahan bakau, itu sudah cukup sebagai modal untuk bisa bekerja di perusahaan kilang minyak tempatku bekerja, di tambah lagi kau pernah mengenyam bangku sekolah. Itu modal yang luar biasa Marji.

Marji : Sudahlah saudaraku Samsani, kau terlalu berangan-angan untukku, kedatanganmu sudah cukup menghiburku lagi pula lahan bakau itu semata-mata bukan milikku, aku hanya menanam dan merawat di bekas kampung kita.

Samsani : Tapi aku serius Marji, aku ingin kau bisa membantuku bekerja di kilang minyak itu dan kau bisa menikmati masa tuamu dengan bekerja tidak terlalu berat, tidak seperti yang kau lakukan saat ini. Aku tahu, dari dulu kau adalah orang yang tidak ingin banyak keinginan dan maaf kalau aku kelihatan sedikit memaksamu.

Marji : Tidak apa-apa Samsani. Mungkin lain kali tawaranmu aku pilih.

Samsani : Ya tidak usah terlalu dipikirkan, Marji. Sekali lagi aku hanya ingin melihatmu lebih dari sekarang ini. Kau tentu mengerti umur kita semakin tua dan tentu kau ingin hidup bahagia, bukan?

Marji : Ya mungkin. Tapi, aku cukup bahagia di sini bisa merawat dan menanam bakau.

Samsani : Aku heran, kau hidup hampir tidak memiliki apa-apa tapi kau bilang kau bahagia. Mungkin kau akan lebih bahagia kalau memiliki segalanya.

Marji : Apakah itu mungkin bagiku Samsani?

Samsani : Tentu Marji! Bukankah manusia akan hidup bahagia kalau bisa memiliki segala yang diinginkan. Kau bisa hidup dan tinggal di kota setelah kau bekerja di perusahaan itu. Pihak perusahaan akan memberimu rumah dinas, uang gaji, uang bonus dan santunan hari tua. Bukankah itu lebih membahagiakan Marji karena semua akan kau miliki?

Marji : Apakah mungkin aku akan memiliki semua, Marji?

Samsani : Itu sudah pasti, Marji! Semua hakmu akan kau miliki, hidupmu jauh lebih baik dari saat ini.

Marji : Maaf tadi kau bilang aku bisa membantumu, apa yang bisa aku bantu untukmu Samsani?

Samsani : Itu soal paling gampang Marji yang penting ada keteguhan hati bahwa kau mau berubah hidup lebih baik, itu modal awalmu.

Marji : Lalu, katamu aku juga memiliki modal di lahan bakauku? Anggap saja aku orang yang sedang belajar bagaimana memanfaatkan pohon bakau lebih baik.

Samsani : Santai sedikit Marji, ini bukan soal kursus singkat atau tukar guling atau pinjam-meminjam. Anggap saja kita bekerjasama saling menguntungkan. Maksudku begini Marji, kau telah memiliki lahan bakau yang begitu luas atau lebih tepatnya kau telah menyelamatkan sebagian besar kampung ini dan kita bisa memanfaatkan lahan bakau itu untuk masa depan kita.

Marji : Aku belum mengerti maksudmu Samsani?

Samsani : Sederhananya begini Marji, perusahaan kilang minyak tempatku bekerja memintaku untuk mengembangkan daerah tepi laut sebagai pelabuhan tempat pembongkaran minyak, dan aku melihat daerah ini yang memungkinkan untuk hal itu. Jadi, bagaimana kalau lahan bakaumu kita jadikan tempat itu?

(MARJI LANGSUNG TERDIAM, MEMATUNG)

Samsani : Aku tahu, tentu kau agak keberatan melepas tawaranku, tapi kau bisa membayangkan ini bukan semata-mata demi kita tapi juga kepentingan hidup orang banyak, demi masyarakat luas yang membutuhkan banyak minyak, bukankah itu alasan yang mulia Marji?

Marji : Mungkin tidak Samsani!

Samsani : Maksudmu, itu tidak mungkin?

Marji : Bagaimana kalau aku menolak permintaanmu itu, Samsani?

Samsani : Aku tahu dari awal hal ini agak memberatkanmu, juga bagiku untuk menyampaikan hal ini padamu. Ya! bagaimanapun kau punya alasan untuk menolak permintaanku, tapi kau bisa bayangkan apa yang akan terjadi dengan masyarakat lainnya, jika mereka harus mengantri membeli minyak hanya karena alasan kapal-kapal minyak tidak bisa bongkar minyak dengan cepat.

Marji : Samsani, aku punya alasan yang tepat kenapa aku harus menolak penawaranmu itu. Dan itu bukan karena aku tidak iba pada mereka yang mengantri minyak.

Samsani : Baiklah Marji, kau punya alasan yang tidak perlu aku ketahui, tapi bagaimana kalau aku memintamu separuh atau seperempat dari lahan bakaumu mungkin kau akan menerimya?

Marji : Tidak! (MENGHELA NAFAS) Maaf Samsani aku menolak permintaanmu! Dan kau harus mengetahui alasanku karena kau bukan orang bodoh.

Samsani : Maksudmu?

Marji : Kau tentu ingat lima belas tahun yang lalu, saat orang-orang kampung ini pergi meninggalkan rumah dan tambak mereka, bukan?

Samsani : Ya aku ingat! Mereka pergi karena mereka ketakutan, rumah dan tambak mereka akan hilang ditelan ombak laut dalam waktu satu tahun.

Marji : Bukan hanya itu Samsani, kau tahu cerita selanjutnya bahwa mereka akhirnya menjual tambak mereka dengan harga sangat murah ke pihak pengembang kilang minyak itu. Bahkan mereka yang pindah tidak dapat membeli tanah untuk membangun rumah. Mereka pergi entah kemana, yang jelas mereka tidak bisa meminta kembali tambak yang mereka jual. Yang aku tahu bahwa pihak pengembang telah menebarkan isu palsu dan cerita itu yang sesungguhnya terjadi Samsani.

Samsani : Dan kau menganggap aku sama dengan pihak pengembang yang dulu itu? Atau kau mengira aku bagian dari mereka?

Marji : Mungkin.

Samsani : Itu hanya cerita masa lalu Marji dan cerita itu kini telah berubah tapi kau masih mengingat-ingat cerita yang tidak tahu kebenarannya. Dan sekali lagi aku tegaskan bahwa aku bukan dari bagian mereka.

Marji : Apa kau berpikir kau lebih tahu dariku tentang kepergian para warga dari kampung ini? Apa kau berpikir bahwa tambak-tambak para warga yang dijual hanya karena alasan abrasi semata? Samsani, kalau kau masih mempunyai pikiran seperti itu berarti bagiku kau masih bagian dari mereka.

Samsani : Kau terus mendesakku Marji dengan ceritamu itu.

Marji : Apa kau merasa didesak olehku Samsani! Tapi kalau alasanmu seperti itu aku akan tetap membantahmu. Sudahlah, hari mulai mendung mungkin tawaranmu cukup bagiku Samsani. Istriku, cepat! Kenapa kau lama sekali!

(SAMIAH KELUAR MEMBAWA AIR MINUM DAN MELETAKKANNYA DI KURSI)

Samiah : Maaf Samsani airnya agak lama.

Samsani : Terima kasih Samiah.

Marji : Kau mendengar percakapan kami, istriku?

Samiah : Sedikit.

Marji : Itu lah cerita sesungguhnya tentang kampung kita yang ingin kau ketahui.

Samsani : Samiah, tentu kau tidak menuduhku sebagai seorang penghianat bukan? Maaf kalau ceritaku tidak mengenakan, aku hanya memberikan tawaran lagi pula cerita itu hanya masa lalu dan tawaranku saat ini untuk kehidupan lebih baik.

Samiah : Maksudmu, kau mau memberikan terbaik untuk kehidupan kami?

Samsani : Tepat sekali Samiah! Sebagai manusia biasa tentu ingin hidup lebih baik, bukankah kau juga menginginkannya? Pasti jawabannya “ya”! itu wajar Samiah dan kau pantas mendapatkannya karena kau juga manusia biasa sama sepertiku dan orang-orang lainnya.

Samiah : Tapi...

Samsani : Sekali lagi Samiah, inilah kehidupan dan orang harus berani berkorban untuk mendapatkan yang terbaik dalam pilihannya walaupun itu sangat memberatkan, itu semua demi cita-cita manusia itu sendiri.

Samiah : Tapi bakau itu...

Samsani : Itulah pengorbanan.

Marji : (TERIAK) Cukup Samsani! Istriku jangan kau sampai percaya dengan ucapan-ucapan manis Samsani. Itu adalah alasan busuk pihak pengembangan kilang minyak dan tidak ada janji-janji itu.

Samsani : Kau sudah menuduhku Marji, itu berarti kau telah sepakat untuk menentangku.

Marji : Dari awal aku memang sudah berbeda denganmu karena kau bukan bagian dari kami.

Samsani : Kau bicara seolah-olah kau mengetahui semua fakta dan memiliki segudang bukti, Marji.

(MARJI BERGERAK MENINGGALKAN SAMSANI DAN SAMIAH NAMUN DICEGAH SAMIAH)

Samiah : Kau mau kemana suamiku?!

Marji : Aku hanya mau membuktikan bahwa apa yang aku ucapkan benar. Aku akan menunjukan pada penjilat itu bahwa yang aku ucapkan adalah fakta.

Samiah : Sabar dulu suamiku, tenangkan dulu dirimu kau terlalu terbawa emosi.

Samsani : Pergilah Marji kalau kau bisa mencari bukti-bukti itu dan tunjukan padaku kalau aku bagian dari mereka!

Marji : Jaga ucapanmu Samsani! Kau menantangku Samsani, dasar penghianat!

(MARJI DENGAN PENUH EMOSI KELUAR MENINGGALKAN SAMIAH DAN SAMSANI. SAMIAH MENANGIS TERSENGGUK )

Samsani : Maafkan diriku Samiah, kalau kedatanganku hanya membawa beban berat bagimu. Sekali lagi maafkan aku, terus terang bukan maksudku untuk membuat keadaan seperti ini.

Samiah : Aku tahu, Samsani.

Samsani : Maaf Samiah, apa tawaranku salah hingga membuat Marji begitu keras menolaknya bahkan aku melihat di garis matanya untuk mempertahankan hutan bakau yang ia tanam.

Samiah : Kau meminta pendapatku Samsani? Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu itu. Aku hanya kecewa kenapa dalam waktu satu hari ini aku baru mengetahui cerita seluruhnya tentang kampung kita dan tidak lain karena kau orangnya.

Samsani : Tentu Marji sangat kecewa, benarkan Samiah?

Samiah : Kau mungkin belum tahu kalau suamiku sudah lima belas tahun mengabdikan dirinya untuk menanam bakau. Ia lelaki yang begitu keras Samsani, bahkan ia rela untuk tidak pindah dari kampung ini hanya untuk menghabiskan sisa hidupnya untuk menanam bakau.

Samsani : Tapi bukankah itu perbuatan bodoh?! sementara ia bisa meraih kehidupan yang lebih baik.

Samiah : Tentu tidak bagi kami, apalagi bagi Marji, suamiku. Kami telah sepakat bahwa kami harus menjaga kampung ini, meski semua penduduknya telah pergi entah kemana.

Samsani : Tampaknya kau tidak memiliki keinginan sedikitpun untuk berubah, Samiah.

Samiah : Kau salah Samsani.

Samsani : Makudmu?

Samiah : Suamiku lebih tahu tentang segala hal dari hutan bakau yang ia tanam dan ia tidak rela untuk menjualnya atau menukarnya dengan apapun. Kau tidak tahu bahwa telah banyak orang-orang sepertimu yang datang menemui suamiku meminta lahan bakau yang ia tanam, bahkan sebagian dari perusahaan tempatmu bekerja. Kau paham maksudku? Awalnya aku tidak tahu tapi setelah mendengar langsung ceritamu, aku paham bahwa kerusakan kampung ini adalah karena juga dari tempatmu bekerja.

Samsani : Kau yakin dengan apa yang suamimu katakan?

Samiah : Aku telah menemani suamiku lebih dari lima puluh tahun dan ia tidak pernah sedikitpun menyakitiku. Aku percaya pada apa yang ia katakan dan yang ia lakukan, begitupun sebaliknya.

Samsani : Aneh!

Samiah : Tidak ada yang aneh Samsani, kalau kau memahami apa yang aku katakan atau menjalani seperti yang aku dan suamiku alami.

Samsani : Kau seperti orang yang hidup di masa kita kecil saja, memahami persoalan dengan begitu sederhana dan menyelesaikannya dengan begitu mudahnya.

Samiah : Itulah perbedaan kita Samsani.

Samsani : Kita sama-sama penduduk kampung ini, Samiah. Tidak ada yang membedakan kita, kau hidup dari laut dan aku pun sama. Kita melewati persoalan yang sama seperti persoalan yang di hadapi kampung ini.

Samiah : Tapi cara kita berbeda dalam memahami persoalan itu sehingga jalan keluar yang kita caripun berbeda, itulah kau dan aku Samsani.

Samsani : Sudahlah Samiah, aku tidak ingin membuang waktu dengan berdebat denganmu. Apa kau tahu kemana perginya suamimu?

Samiah : Aku tidak tahu Samsani, mungkin ia mencari Rahmin.

Samsani : Rahmin (DIAM SESAAT) Maksudmu..Rahmin mantan kepala desa kampung kita?

Samiah : Iya.

Samsani : Rahmin yang sekarang tinggal di kampung sebelah?

Samiah : Iya, kau masih mengenalnya bukan?

(SAMSANI MULAI GUGUP, BERJALAN MONDAR-MANDIR MENGELILINGI SAMIAH)

Samiah : Kenapa kau tampak gugup seperti itu Samsani? Ada apa dengan Rahmin? Bukankah kau dulu sangat dekat dengannya?

Samsani : Tidak mungkin! Bukankah Rahmin sudah meninggal tiga tahun yang lalu?

Samiah : Siapa yang menebarkan berita itu? Dua minggu yang lalu ia masih kujumpai di tepi laut sedang menjaring ikan, ia bahkan menyapaku. Kau masih tidak percaya kalau Rahmin masih hidup? Kalau dugaanku benar mungkin ia akan datang kemari bersama suamiku.

Samsani : Kau serius Samiah?

Samiah : Apa aku kelihatan sedang bergurau Samsani.

(MARJI DATANG DIIKUTI RAHMIN DAN SAMSANI MELANGKAH PERGI MENGHINDAR, NAMUN BARU BEBERAPA LANGKAH DI PANGGIL MARJI)

Marji : Aku kembali dan kau malah mau pergi Samsani, bukankah kau menagih bukti dan fakta dariku?

Samsani : (GUGUP) Aku tidak kemana-mana. Aku hanya menunggu bukti darimu bukankah kau mau menunjukan itu? Bukankah kau yang bernama Rahmin? Apa kabar Rahmin?

Rahmin : Baik, seperti yang kau lihat Samsani, aku masih sehat .

Marji : Aku membawakanmu bukti dan fakta dari apa yang aku ucapkan Samsani. Kebetulan sekali kau masih ingat Rahmin mantan kepala desa kita. Dia adalah bukti dari sekian perkataanku. Rahmin tolong kau ceritakan apa yang sesungguhnya terjadi dengan kampung kita, seperti sedikit ceritamu kepadaku.

Samsani : (MENGANCAM) Memang bukti apa yang kau miliki Rahmin? Hingga kau tiba-tiba ikut membela Marji.

Rahmin : Aku hanya ingin menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi di kampung kita. Dan maaf Samsani, sebagian dari ceritaku memang sudah pernah aku ceritakan pada Marji. Kau keberatan dengan apa yang akan aku ceritakan Samsani?

Samsani : Tentu tidak! Asal kau menceritakan yang sebenarnya dan ingat jika kau berani membuat-buat ceritamu atau kau berani berbohong denganku, tanganku masih kuat untuk menghantam dadamu Rahmin meski kau dulu atasanku. Ceritakanlah Rahmin!

Marji : Kenapa kau mengancam Rahmin, Samsani! Kau takut?

Samsani : Tidak!

Rahmin : Kau tentu masih ingat Samsani, lima belas tahun yang lalu saat orang-orang kampung ini pergi. Saat itu aku masih menjabat sebagai lurah dan kalau tidak salah, waktu itu kau menjadi sekertaris desa. Kau ingat saat pertama kali isu abrasi dimulai? Dan cerita bahwa satu tahun lagi desa ini akan hilang ditelan laut?

Samsani : Ya! Aku masih mengingat semua Rahmin.

Rahmin : Kau juga tentu masih ingat, bahwa kau mengusulkan padaku agar orang-orang kampung segera disuruh pindah ke daerah lain dan menjual tambak mereka ke pihak pengembang kilang minyak itu. Waktu itu kau datang ke balai desa dengan pihak pengembang kilang minyak dan memberikan alasan itu.

Samsani : Tepat sekali Rahmin! Dan fakta memang terjadi, setahun kemudian kampung ini mulai mengalami abrasi karena air laut. Lalu apa masalahnya hingga kau menyalahkanku dengan cerita semacam itu?

Rahmin : Tapi... tunggu sebentar Samsani.

Samsani : (MENUNJUK RAHMIN) Kau seolah-olah melupakan satu hal yang paling penting dari keberadaanmu dan keberadaanku saat itu!

Marji : Ceritakanlah yang sesungguhnya Rahmin.

Rahmin : Baiklah Marji, awalnya Samsani memintaku untuk meloloskan ijin proyek pengembangan kilang minyak, dengan alasan bahwa desa ini akan bertambah maju dengan adanya pelebaran proyek itu. Lalu, aku belum sepenuhnya yakin dengan alasan tersebut dan aku menolaknya, lalu beberapa hari kemudian Samsani datang dengan pihak pengembang dan meyakinkanku bahwa desa ini akan hilang dalam waktu satu tahun ditelan ombak dan sebagai jalan keluarnya warga harus segera pindah dan menjual tambak mereka ke pihak pengembang kalau tidak ingin mengalami kerugian yang bertambah besar.

Samsani : Apa waktu itu aku memaksamu untuk menuruti permintaanku?

Rahmin : Ya Samsani! Karena setelah kau memberikan alasan itu kau memberiku uang kepercayaan sebesar lima juta dan memintaku dengan sangat, dengan alasan demi keselamatan semua warga yang tinggal di kampung ini.

Samiah : Maksudmu kau disuap Samsani, Rahmin?

Rahmin : Ya, seperti itulah tepatnya.

Samsani : Bukankah seperti kataku, satu tahun kemudian abrasi mulai melanda kampung kita.

Rahmin : Faktanya tidak sampai di situ Samsani, satu tahun kemudian perusahaan itu tetap mengembangkan perusahaannya dan kau tahu kapal-kapal mulai beroperasi di tepi pantai.

Samsani : Apakah itu suatu kesalahan? Aku tidak yakin.

Rahmin : Kau tahu kapal-kapal itu mulai sering melewati garis tepi pantai dan bahkan menepi hingga gelombang ombak kapal-kapal itu menghancurkan seluruh tambak dan sampai saat telah menghilangkan kampung kita. Dan yang lebih menyakitkanku ternyata kau berada di balik semua cerita itu!

Samsani : Apa kau punya buktinya Rahmin?

Rahmin : Kertas-kertas ini buktinya! Kau telah memalsukan seluruh tanda tanganku untuk perijinan perusahaan itu, aku menemukan salinannya tidak sengaja ketika aku membersihkan kantor kelurahan dan mengakhiri tugasku di kelurahan dua belas tahun yang lalu.

(SAMSANI MEREBUT KERTAS YANG SEDANG DIBAWA RAHMIN LALU MEMBACANYA PERLAHAN-LAHAN)

Rahmin : Maafkan aku Samsani, meski lebih dari sepuluh tahun dari kejadian itu kau masih memberikan imbalan untukku dari hasil kerjamu tapi ini kenyataan yang harus aku ceritakan, meski itu pahit untuk diketahui.

Samsani : Kau membohongiku Rahmin!

(SAMSANI MELOMPAT LALU MENCEKIK LEHER RAHMIN, NAMUN RAHMIN MEMBERONTAK)

Rahmin : Kenapa kau takut pada kenyataan yang kau ciptakan sendiri, Samsani! Kau menyesal mempercayaiku...? Maaf Samsani, kalau aku harus membongkar rahasiamu.

Samsani : Tapi kau sudah...

Marji : Sudahlah Samsani! Kita telah mengetahui semuanya, tidak ada lagi rahasia yang harus kita tutup-tutupi. Biarkan aku melanjutkan pekerjaanku, menanam dan merawat pohon bakau di bekas kampung kita.

Samsani : Aku...

Samiah : Hari sudah sore Samsani, sebentar lagi para warga dari kampung sebelah akan pergi melaut mereka akan melewati tepi laut di belakang rumahku. Aku akan berusaha menyimpan rahasiamu, Samsani dan aku harap suamiku dan Rahmin mau menjaganya, cukup kita saja yang mengetahui rahasia ini.

(DARI KEJAUHAN TERDENGAR RIUH SUARA BEBERAPA WARGA BERANGKAT MELAUT. LAMPU BLACK OUT TAPI SUARA PARA WARGA TERDENGAR MENDEKAT KEMUDIAN MENJAUH SEMAKIN HILANG)

-selesai-

Copyright 200